Darilaut – Sebanyak 102 negara, termasuk Indonesia, menghadiri pertemuan Intergovernmental Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) ke 9. Pertemuan ini berlangsung di Bonn, Jerman, pada 3 hingga 9 Juli 2022.
“Sebagai salah satu negara pemilik kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, Indonesia harus berperan aktif di IPBES,” kata Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ruliyana Susanti, yang menghadiri pertemuan tersebut secara luring, sebagai alternate head of delegation Pemerintah Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Ruliyana, pembahasan kelembagaan dan kontribusi Indonesia di IPBES perlu memperoleh perhatian lebih.
Selain Ruliyana, peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi yang hadir dalam pertemuan ini secara daring Gono Semiadi, sebagai head of delegation.
Gono mengatakan, IPBES adalah suatu forum/platform di bawah United Nations Environment Programme (UNEP) yang dibentuk tahun 2012 yang saat ini beranggotakan 139 negara.
“Tujuan dan misi IPBES adalah untuk memberikan dukungan data dan informasi ilmiah sebagai landasan dalam pengambilan keputusan pada konvensi terkait, tidak terbatas pada Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity/CBD), di mana Indonesia telah meratifikasinya,” katanya.
Pertemuan dibuka oleh Ketua IPBES, Anna Maria Hernandez yang menyampaikan bahwa pertemuan IPBES-9 merupakan momen yang sangat penting karena merupakan peringatan 10 tahun dibentuknya IPBES.
“Sejauh ini IPBES telah mengadopsi kerangka yang inovatif dan ambisius untuk mempublikasikan kajian komprehensif dengan beragam pengetahuan,” ujarnya.
“Selama kemiskinan, rasisme, diskriminasi dan eksklusivitas masih ditemukan, sangat sulit untuk mencapai perdamaian dunia.”
Direktur Eksekutif United Nation for Environmental Programme (UNEP), Inger Andersen, mengatakan hasil kajian IPBES disambut dan menjadi catatan dalam UN Environmental Assembly kelima yang telah berkomitmen untuk memperkuat aksi-aksi terkait alam yang diperlukan untuk mengatasi tiga krisis global yaitu perubahan iklim, hilangnya alam dan keanekaragaman hayati, serta polusi dan limbah.
“Salah satu resolusi yang mengadopsi catatan khusus, bahwa platform kebijakan sains harus dibentuk untuk berkontribusi lebih jauh pada pengelolaan bahan kimia dan limbah yang baik, untuk mencegah polusi, dan meminta pengembangan perjanjian yang mengikat secara hukum internasional, tentang polusi plastik sampai tahun 2024,” ujar Andersen.
Andersen mengatakan pentingnya menghambat dan mengembalikan tren penurunan keanekaragaman hayati.
“Selain itu IPBES diharapkan dapat mencapai keseimbangan antar hasil kajian dan penerimaannya, terutama untuk menekankan hubungannya dengan dunia usaha dan mendukung Taskforce Nature-related Financial dan mendukung kerjasama antar partner,” kata Andersen.
Indonesia merupakan salah satu negara pendukung pembentukan (conselting government) IPBES. IPBES sebagai platform penting yang melibatkan ilmuwan, akademisi, masyarakat adat dan lokal serta para pembuat kebijakan dalam melakukan kajian dan evaluasi atas berbagai isu keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem.
Kemudian merumuskan rekomendasi kebijakan yang tepat sasaran sesuai kebutuhan masyarakat, dengan memperhatikan aspek pelestarian dan pengelolaan berkelanjutan keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem.
Menurut Rulliyana pertemuan IPBES-9 menghasilkan keputusan penting yaitu tercapainya kesepakatan atas dua dokumen Summary for Policy Makers (SPM) mengenai Sustainable Use of Wildlife Species dan Diverse Values and Valuation of Nature.
“Dokumen pertama merangkum hasil telaahan global mengenai pemanfaatan berkelanjutan dari jenis hidupan liar, dan batas tertentu hasil dari domestikasi. Sementara dokumen kedua merangkum hasil telaahan mengenai konsep tentang nilai dan bagaimana menilai alam serta bagaimana memberikan keuntungan pada alam dan manusia termasuk keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem,” katanya.
Dokumen yang dihasilkan diharapkan dapat ditindaklanjuti di tingkat nasional, guna mendukung komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati. Selain itu, menghindari kehilangan keanekaragaman hayati pencapaian target global, target pembangunan dan kesejahteraan manusia.
Diharapkan pula dapat dimanfaatkan sebagai saran bagi Kementerian/Lembaga dalam pengambilan kebijakan di tingkat nasional. Pemerintah perlu untuk dapat segera mengidentifikasi dan mencalonkan para pakar yang terkait dengan isu-isu dan kajian yang akan dilakukan oleh IPBES di masa mendatang.
“Rencananya pada IPBES 10 yang akan diselenggarakan di Amerika Serikat pada tahun 2023 akan disepakati mengenai SPM hasil kajian Jenis Asing Invasif. Untuk itu para pakar dan pemerintah masih dapat memberikan masukan terhadap draft kajian sebelum disepakati,” ujar Ruliyana.
IPBES, sebagai otoritas utama yang melakukan kajian untuk memberikan masukan ilmiah dan rekomendasi kepada para pengambil keputusan nasional dan global melalui mekanisme CBD dan perjanjian multilateral terkait lingkungan lainnya (other Multilateral Environmental Agremments/MEAs) akan selalu mengharapkan keterlibatan dunia penelitian dari negara anggota.
Keputusan yang diambil di IPBES akan menjadi rujukan utama ketika membahas isu keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem pada tingkat COP CBD maupun perjanjian multilateral terkait lingkungan lainnya.
Komentar tentang post