redaksi@darilaut.id
Senin, 30 Januari 2023
26 °c
Jakarta
28 ° Sab
27 ° Ming
28 ° Sen
27 ° Sel
Dari Laut Indonesia
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Masuk
  • Daftar
  • Home
  • Berita
    • Laporan Khusus
    • Pemilu dan Pemilihan
  • Eksplorasi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
    • Biota Eksotis
    • Ide & Inovasi
    • Travel
  • Konservasi
  • Kajian
  • Kesehatan
  • Orca
    • Hiu Paus
  • Bisnis dan Investasi
  • Home
  • Berita
    • Laporan Khusus
    • Pemilu dan Pemilihan
  • Eksplorasi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
    • Biota Eksotis
    • Ide & Inovasi
    • Travel
  • Konservasi
  • Kajian
  • Kesehatan
  • Orca
    • Hiu Paus
  • Bisnis dan Investasi
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Dari Laut
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil

Home » tanpa kategori » 102 Negara Bahas Biodiversitas dan Jasa Ekosistem di Jerman

102 Negara Bahas Biodiversitas dan Jasa Ekosistem di Jerman

redaksi redaksi
15 Juli 2022
Kategori : Berita
Survei ikan karang dan terumbu karang di Halmahera. FOTO: DOK. GR ALLEN

Survei ikan karang dan terumbu karang di Halmahera. FOTO: DOK. GR ALLEN

Darilaut – Sebanyak 102 negara, termasuk Indonesia, menghadiri pertemuan Intergovernmental Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) ke 9. Pertemuan ini berlangsung di Bonn, Jerman, pada 3 hingga 9 Juli 2022.

“Sebagai salah satu negara pemilik kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, Indonesia harus berperan aktif di IPBES,” kata Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ruliyana Susanti, yang menghadiri pertemuan tersebut secara luring, sebagai alternate head of delegation Pemerintah Indonesia.

Oleh karena itu, menurut Ruliyana, pembahasan kelembagaan dan kontribusi Indonesia di IPBES perlu memperoleh perhatian lebih.

Selain Ruliyana, peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi yang hadir dalam pertemuan ini secara daring Gono Semiadi, sebagai head of delegation.

Gono mengatakan, IPBES adalah suatu forum/platform di bawah United Nations Environment Programme (UNEP) yang dibentuk tahun 2012 yang saat ini beranggotakan 139 negara.

“Tujuan dan misi IPBES adalah untuk memberikan dukungan data dan informasi ilmiah sebagai landasan dalam pengambilan keputusan pada konvensi terkait, tidak terbatas pada Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity/CBD), di mana Indonesia telah meratifikasinya,” katanya.

Pertemuan dibuka oleh Ketua IPBES, Anna Maria Hernandez yang menyampaikan bahwa pertemuan IPBES-9 merupakan momen yang sangat penting karena merupakan peringatan 10 tahun dibentuknya IPBES.

“Sejauh ini IPBES telah mengadopsi kerangka yang inovatif dan ambisius untuk mempublikasikan kajian komprehensif dengan beragam pengetahuan,” ujarnya.

“Selama kemiskinan, rasisme, diskriminasi dan eksklusivitas masih ditemukan, sangat sulit untuk mencapai perdamaian dunia.”

Direktur Eksekutif United Nation for Environmental Programme (UNEP), Inger Andersen, mengatakan hasil kajian IPBES disambut dan menjadi catatan dalam UN Environmental Assembly kelima yang telah berkomitmen untuk memperkuat aksi-aksi terkait alam yang diperlukan untuk mengatasi tiga krisis global yaitu perubahan iklim, hilangnya alam dan keanekaragaman hayati, serta polusi dan limbah.

“Salah satu resolusi yang mengadopsi catatan khusus, bahwa platform kebijakan sains harus dibentuk untuk berkontribusi lebih jauh pada pengelolaan bahan kimia dan limbah yang baik, untuk mencegah polusi, dan meminta pengembangan perjanjian yang mengikat secara hukum internasional, tentang polusi plastik sampai tahun 2024,” ujar Andersen.

Andersen mengatakan pentingnya menghambat dan mengembalikan tren penurunan keanekaragaman hayati.

“Selain itu IPBES diharapkan dapat mencapai keseimbangan antar hasil kajian dan penerimaannya, terutama untuk menekankan hubungannya dengan dunia usaha dan mendukung Taskforce Nature-related Financial dan mendukung kerjasama antar partner,” kata Andersen.

Indonesia merupakan salah satu negara pendukung pembentukan (conselting government) IPBES. IPBES sebagai platform penting yang melibatkan ilmuwan, akademisi, masyarakat adat dan lokal serta para pembuat kebijakan dalam melakukan kajian dan evaluasi atas berbagai isu keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem.

Kemudian merumuskan rekomendasi kebijakan yang tepat sasaran sesuai kebutuhan masyarakat, dengan memperhatikan aspek pelestarian dan pengelolaan berkelanjutan keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem.

Menurut Rulliyana pertemuan IPBES-9 menghasilkan keputusan penting yaitu tercapainya kesepakatan atas dua dokumen Summary for Policy Makers (SPM) mengenai Sustainable Use of Wildlife Species dan Diverse Values and Valuation of Nature.

“Dokumen pertama merangkum hasil telaahan global mengenai pemanfaatan berkelanjutan dari jenis hidupan liar, dan batas tertentu hasil dari domestikasi. Sementara dokumen kedua merangkum hasil telaahan mengenai konsep tentang nilai dan bagaimana menilai alam serta bagaimana memberikan keuntungan pada alam dan manusia termasuk keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem,” katanya.

Dokumen yang dihasilkan diharapkan dapat ditindaklanjuti di tingkat nasional, guna mendukung komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati. Selain itu, menghindari kehilangan keanekaragaman hayati pencapaian target global, target pembangunan dan kesejahteraan manusia.

Diharapkan pula dapat dimanfaatkan sebagai saran bagi Kementerian/Lembaga dalam pengambilan kebijakan di tingkat nasional. Pemerintah perlu untuk dapat segera mengidentifikasi dan mencalonkan para pakar yang terkait dengan isu-isu dan kajian yang akan dilakukan oleh IPBES di masa mendatang.

“Rencananya pada IPBES 10 yang akan diselenggarakan di Amerika Serikat pada tahun 2023 akan disepakati mengenai SPM hasil kajian Jenis Asing Invasif. Untuk itu para pakar dan pemerintah masih dapat memberikan masukan terhadap draft kajian sebelum disepakati,” ujar Ruliyana.

IPBES, sebagai otoritas utama yang melakukan kajian untuk memberikan masukan ilmiah dan rekomendasi kepada para pengambil keputusan nasional dan global melalui mekanisme CBD dan perjanjian multilateral terkait lingkungan lainnya (other Multilateral Environmental Agremments/MEAs) akan selalu mengharapkan keterlibatan dunia penelitian dari negara anggota.

Keputusan yang diambil di IPBES akan menjadi rujukan utama ketika membahas isu keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem pada tingkat COP CBD maupun perjanjian multilateral terkait lingkungan lainnya.

Tags: BiodiversityBRINInger Andersonkeanekaragaman hayatiUNEP
Bagikan1TweetKirimKirim

Berlangganan untuk menerima notifikasi berita terbaru Dari Laut Indonesia

Berhenti Berlangganan

Related Posts

Ilustrasi bibit siklon tropis. GAMBAR: ZOOM.EARTH
Berita

4 Bibit Siklon Tropis di Dekat Wilayah Indonesia

29 Januari 2023
Rumah yang mengalami kerusakan karena terdampak banjir di Jalan Raya Bailang, Lingkungan 1, Kelurahan Bailang, Kecamatan Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (28/1). FOTO: BNPB
Berita

Kepala BNPB Ingatkan Banjir dan Longsor di Manado Kejadian Berulang

29 Januari 2023
Tol Laut. FOTO: DARILAUT.ID
Berita

Tahun 2023 Kemenhub Layani 177 Trayek Angkutan Laut

28 Januari 2023
Next Post
FOTO: DARILAUT.ID

Banjir Menghanyutkan Puluhan Rumah di Pati

Proses pengeringan hasil budidaya rumput laut di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. FOTO: DARILAUT.ID

Ilmuwan Temukan Rumput Laut Sebagai Peredam Suara yang Ramah Lingkungan

Komentar tentang post

REKOMENDASI

Implementasi Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir, 58 Izin Lokasi Diterbitkan

Menteri Susi Apresiasi Aparat Penegak Hukum di Sabang

Physical Distancing Belum Terbangun di Masyarakat

Kapal Tanker Mengalami Kerusakan Mesin di Tanjung Berakit

KPK Tahan 2 Tersangka Suap Ekspor Benih Lobster

Gubernur Diminta Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca

TERBARU

4 Bibit Siklon Tropis di Dekat Wilayah Indonesia

Kepala BNPB Ingatkan Banjir dan Longsor di Manado Kejadian Berulang

Tahun 2023 Kemenhub Layani 177 Trayek Angkutan Laut

Pemberitaan Berperspektif Keberagaman Perlu Diperkuat

Kapal Berhati-hati, Gunung Api Myojinsho Kemungkinan Akan Meletus

Banjir Tinggi 3 Meter dan Longsor Melanda Kota Manado

TERPOPULER

  • Ikan karang Amphiprion ocellaris, Sulawesi, Indonesia (Randall, 1998) dan Amphiprion percula, Papua New Guinea (Allen & Erdmann, 2012) contoh yang mendukung spesiasi alopatrik.

    Teori Spesiasi Geografis Ikan Karang

    27 bagikan
    Bagikan 11 Tweet 7
  • Biogeografi Ikan di Kawasan Segitiga Terumbu Karang

    6 bagikan
    Bagikan 2 Tweet 2
  • Kuda Laut, Ikan yang Dipercaya Dapat Menyembuhkan Berbagai Penyakit

    231 bagikan
    Bagikan 98 Tweet 56
  • Mengapa Orca Tidak Memangsa Manusia di Alam Liar?

    31 bagikan
    Bagikan 13 Tweet 8
  • Pemanasan Laut, Ini Dampak Bagi Ekosistem dan Manusia

    25 bagikan
    Bagikan 10 Tweet 6
  • Enam Aplikasi Digital Nelayan Indonesia

    416 bagikan
    Bagikan 174 Tweet 101
  • Tantangan Teknologi Penangkapan Ikan yang Efektif dan Ramah Lingkungan

    16 bagikan
    Bagikan 15 Tweet 0
  • Tentang
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Terms of Use
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Email : redaksi@darilaut.id

© 2018 - 2022 PT Dari Laut Indonesia

Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Berita
  • Pemilu dan Pemilihan
  • Laporan Khusus
  • Eksplorasi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
  • Biota Eksotis
  • Ide & Inovasi
  • Konservasi
  • Kajian
  • Kesehatan
  • Orca
  • Hiu Paus
  • Bisnis dan Investasi
  • Travel

© 2018 - 2022 PT Dari Laut Indonesia

Selamat Datang Kembali

Masuk dengan Facebook
Masuk dengan Google+
Atau

Masuk Akun

Lupa Password? Mendaftar

Buat Akun Baru

Mendaftar dengan Facebook
Mendaftar dengan Google+
Atau

Isi formulir di bawah ini untuk mendaftar

*Dengan mendaftar di situs kami, anda setuju dengan Syarat & Ketentuan and Kebijakan Privasi.
Isi semua yang diperlukan Masuk

Ambil password

Masukan username atau email untuk mereset password

Masuk