Darilaut – Korban tewas karena topan (typhoon) Freddy di Madagaskar, Mozambik dan Malawi bertambah menjadi 236 orang. HIngga saat ini, siklon tropis (Tropical Cyclone) tersebut masih berputar di perbatasan Mozambik dan Malawi selatan.
Layanan satelit Zoom.earth menginformasikan sistem Low Pressure Area (Daerah Tekanan Rendah) pada 13 Maret berada di Malawi Selatan, kemudian ke barat laut di perbatasan mendekati Provinsi Tete di Mozambik. Selanjutnya, berputar lagi di dekat perbatasan Malawi dan Mozambik, Rabu (15/3).
Sejak Freddy mendarat di pantai Afrika bagian selatan, 12 Maret hingga 14 Maret tercatat di Malawi sebanyak 199 orang tewas.
Hujan lebat yang memicu banjir dan tanah longsor telah menewaskan 199 orang di Malawi, kata pihak berwenang, Selasa (14/3) mengutip Kantor Berita Associated Press (AP). Presiden Lazarus Chakwera mengumumkan “keadaan bencana” di wilayah selatan negara itu dan ibu kota Blantyre yang sekarang porak poranda.
Presiden Malawi telah mengumumkan Keadaan Bencana di Wilayah Selatan, khususnya Kota dan Distrik Blantyre, Distrik Chikwawa, Distrik Chiradzulu, Distrik Mulanje, Distrik Mwanza, Distrik Neno, Distrik Nsanje, Distrik Phalombe, Distrik Thyolo, dan Kota Zomba.
Selain korban tewas, menurut Departemen Urusan Manajemen Bencana (DoDMA) Malawi, sebanyak 16 orang dilaporkan hilang setelah hujan lebat dan angin kencang yang dihubungkan dengan sistem cuaca Freddy tersebut. Sekitar 19.000 orang di selatan negara itu telah mengungsi.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric, pada konferensi pers Selasa (14/3) sore, mengatakan, listrik padam dan jaringan komunikasi mengalami gangguan di banyak daerah yang terkena dampak, dan “menghambat operasi bantuan.”
Daerah yang paling terkena dampak tetap tidak dapat diakses sehingga kerusakan sepenuhnya sejauh ini tidak diketahui
Di Mozambik, menurut Reliefweb.int, Freddy membawa angin kencang ke provinsi Zambezia, serta hujan lebat (di atas 200 mm/24 jam) ke provinsi Zambezia, Sofala, Manica, Tete, dan Niassa.
Beberapa provinsi ini menerima curah hujan dalam 24 jam sebanyak yang biasanya mereka alami dalam satu bulan.
Di provinsi Zambezia saja, lebih dari 22.000 orang mengungsi di pusat penampungan sementara, 10 orang tewas dan 14 luka-luka.
Data awal dari Institut Nasional Penanggulangan Bencana (INGD) sekitar 1.900 rumah mengalami kerusakan. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan tersedianya informasi lebih lanjut. Layanan dasar dan infrastruktur publik juga terpengaruh.
Menyusul pendaratan pertama Freddy di provinsi Inhambane pada 24 Februari, sekitar 171.400 orang terkena dampak—termasuk 10 tewas, 10 luka-luka, dan 5.100 mengungsi. Lebih dari 30.000 rumah terkena dampak, menurut INGD.
Layanan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan terus menanggapi kehancuran dan kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem cuaca Topan Freddy, yang mendarat di Mozambik selama akhir pekan untuk kedua kalinya. Sistem ini membawa hujan lebat ke Mozambik dan Malawi.
Menurut pihak berwenang, setidaknya 200 orang tewas di kedua negara dan 45.000 orang mengungsi. Banyak dari mereka yang tewas di Malawi karena tanah longsor di kotapraja Cilobwe di distrik Blantyre.
Di kedua negara, PBB dan mitra bekerja untuk mendukung respons yang dipimpin Pemerintah.
Penilaian cepat sedang dilakukan di daerah yang paling terdampak bencana dan mitra kemanusiaan memobilisasi bantuan.
Di Mozambik, bahan untuk pengolahan makanan dan air dikirim ke keluarga di pusat akomodasi sementara.
Sementara di Malawi, kata OCHA, mitra kemanusiaan antara lain menyediakan air, layanan kebersihan dan sanitasi serta material tempat berlindung, di lokasi pengungsian sementara di Blantyre.
Namun, operasi terhambat oleh hujan lebat dan angin kencang, dengan beberapa jalan utama terputus karena banjir.
Dengan hujan deras yang diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa hari mendatang di Mozambik dan Malawi, ada risiko banjir dan tanah longsor lebih lanjut yang dapat mempengaruhi lebih banyak orang dan menghambat operasi bantuan.
Di Madagaskar, setidaknya 17 orang kini telah meninggal karena Topan Tropis Freddy (7 dari pendaratan pertama pada 21 Februari dan 10 dari hujan terakhir pada 5 dan 6 Maret), tiga hilang dan hampir 299.000 orang telah terkena dampak (226.000 di tenggara, dan lebih dari 72.600 di barat daya).
Setelah Freddy melewati barat daya negara itu pada 5 dan 6 Maret, banjir lokal terlihat di kota Morombe dan tiga kota sekitarnya, serta kota Toliara. Sekolah dan gedung perkantoran juga terendam banjir.
Samudra Hindia
Freddy berkembang sebagai bibit siklon tropis di selatan Jawa (Indonesia) pada 3 Februari dan mendapatkan penamaan sebagai siklon tropis pada 6 Februari oleh Biro Meteorologi Australia (BOM), di selatan Nusa Tenggara, Indonesia.
Topan Freddy yang telah banyak memecahkan rekor baru, memberi dampak di enam negara, masing-masing Mauritius, Reunion (Prancis), Madagaskar, Mozambik, Zimbabwe dan Malawi.
Selanjutnya, Freddy mengambil arah ke barat daya atau di utara Port Hedland, Australia Barat. Setelah terbentuk sebagai siklon tropis – sistem ini bergerak secara umum ke barat dan barat-barat daya, melintasi Mauritius dan Reunion, hingga ke Madagaskar, Mozambik, Zimbabwe dan Malawi.
Pada Minggu 19 Februari, dilaporkan kapal penangkap tuna Lien Sheng Fa hilang kontak di Samudra Hindia. Sebanyak 16 awak kapal perikanan ada di Lien Sheng Fa, 15 di antaranya warga negara Indonesia (WNI) dan satu Taiwan sebagai kapten.
Saat itu, posisi kapal Kapal Lien Sheng Fa yang kehilangan kontak radio dengan Taipei berlayar 215 mil laut dari Port Mathurin, Pulau Rodrigues – Mauritius.
Topan Freddy sedang mengamuk dengan kekuatan siklon tropis yang sangat intens (Very Intense Tropical Cyclone).
Kamis 23 Februari malam, pihak berwenang Taiwan menghubungi National Coast Guard (NCG) di Mauritius untuk meminta bantuan operasi pencarian dan penyelamatan kapal yang hilang tersebut.
NCG selanjutnya mengirim CGS Barracuda, sebuah kapal patroli lepas pantai, dan Dornier, sebuah pesawat terbang, untuk mencari korban yang selamat.
Informasi ini juga disampaikan ke kapal-kapal yang berada di dekat perairan tersebut. Apabila menemukan benda yang mengambang untuk segera melaporkan ke pihak berwenang.
Permintaan bantuan juga disampaikan kepada Otoritas Prancis di Pulau Reunion.
Kapal Lien Sheng Fa akhirnya ditemukan dalam posisi terbalik pada hari Jumat, 24 Februari, oleh kapal kargo Star Venture.
Posisi kapal Lien Sheng Fa 115 mil laut dari pulau tersebut, dan hanyut di perairan teritorial Mauritius. Dua hari kemudian, CGS Barracuda menemukan bangkai kapal pada jarak 125 mil laut dari pulau tersebut.
Tim penyelamat melakukan penyelaman dan mengkonfirmasi identitas kapal, memeriksa kabin, dan tidak menemukan siapa pun di dalamnya.
Palka tidak dapat diakses karena ditutup, dan ruang mesin kebanjiran. Beberapa jaket penyelamat berada dalam kondisi buruk, dan tidak ada rakit penyelamat yang ditemukan.
Pesawat Dornier terbang di atas area tersebut, tetapi tidak menemukan ada korban selamat yang selamat.
Belum ada laporan keberadaan 15 awak kapal perikanan Indonesia dan seorang Taiwan.
Sumber: Zoom.earth, Reliefweb.int, OCHA, Apnews.com (AP) dan Darilaut.id
Komentar tentang post