Jakarta – Pada 2016, berdasarkan data Badan Pusat Statistik 56 persen sungai di Indonesia berada dalam status tercemar berat. Karena itu, perlu dikembangkan bioindikator penilaian kualitas air permukaan dengan parameter tertentu, sebagai salah satu upaya untuk mengelola kualitas air sungai.
Prof Barti Setiani Muntalif PhD mengatakan, penilaian kualitas air permukaan dengan parameter kimia-fisika belum efektif dalam memberikan perlindungan dan pengendalian kerusakan ekosistem badan air. Sehingga pada umumnya, parameter tersebut hanya menggambarkan kondisi kualitas air saat pengambilan sampel dan tidak mencerminkan kualitas air yang real.
“Maka dari itu diperlukan indikator yang ada di lokasi air yang tercemar. Indikator tersebut merupakan makhluk hidup yang menjadi salah satu parameter yang menentukan kondisi badan air,” kata Prof Barti dalam orasi ilmiah Forum Guru Besar ITB dengan judul “Pengembangan Bioindikator Sebagai Upaya Pengelolaan Kualitas Air Sungai”, akhir September lalu, di Aula Barat ITB.
Tingginya tingkat pencemaran pada badan air karena aktivitas manusia khususnya di Indonesia ini dapat mempengaruhi aspek kehidupan manusia dan membawa kerugian. Kerugian tersebut terdapat pada tingginya biaya pengelolaan air minum, kesehatan, serta kerusakan keseimbangan ekosistem air.
Komentar tentang post