Darilaut – Sebanyak 904 tumbuhan dan satwa yang mengalami risiko kepunahan telah ditetapkan untuk dilindungi di Indonesia.
Satwa yang dilindungi mencakup 137 jenis mamalia, 557 jenis burung, 1 jenis amfibi, 37 jenis reptilia, 20 jenis ikan, 26 jenis serangga, 1 krustasea, 5 jenis moluska, 3 xiphosura, tumbuhan 117 jenis.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno, mengatakan, dalam upaya mempertahankan populasi spesies yang terancam punah pada wilayah terestrial, telah diterbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal KSDAE.
Keputusan ini dengan nomor: SK.180/IV-KKH/2015 tentang Penetapan Dua Puluh Lima Satwa Terancam Punah Prioritas untuk ditingkatkan populasinya sebesar 10 persen pada lokasi pemantauan untuk tahun 2015-2019.
Menurut Wiratno, peningkatan populasi diukur berdasarkan pantauan pada tapak monitoring yang berada di dalam kawasan konservasi. Pada periode 2015 – 2018, terdapat peningkatan populasi dari beberapa satwa.
Misalnya, gajah sumatra dari 611 menjadi 693 individu, harimau sumatra dari 180 jadi 220 individu, dan elang jawa dari 91 jadi 113 individu. Untuk badak jawa di TN Ujung Kulon dari 63 individu (2015), menjadi 74 individu (2019), bertambah menjadi 76 ekor (2020).
Wiratno mengatakan, Indonesia telah bekerja keras dan mengambil peran besar dalam penyelamatan keanekaragaman hayati global.
Namun demikian, dengan keragaman hayati di tingkat genetik, spesies, dan ekosistem yang tinggi pada kawasan konservasi daratan dan perairan masih tetap diperlukan dukungan kerjasama dan pendampingan para pihak. Termasuk partisipasi aktif dari masyarakat desa-desa penyangga Kawasan konservasi tersebut.
Aichi Target
Tahun 2020 merupakan “Super Year” bagi keanekaragaman hayati. Tahun ini berakhir Dekade Keanekaragaman Hayati 2011-2020 atau disebut Aichi Biodiversity Targets.
Target baru Biodiversity setelah tahun 2020 (Post 2020 Global Biodiversity Framework/GBF) sedang dinegosiasikan secara global guna mendukung Agenda 2030 Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan mewujudkan Visi 2050 “Living Harmony with Nature”.
Dalam siaran pers Rabu (30/9), Wiratno mengatakan Indonesia melakukan berbagai aksi-aksi di tingkat nasional, guna mendukung pencapaian Aichi Target. Capaian tersebut dituangkan dalam Laporan Nasional atau National Report ke-6 (Natrep-6) yang di sampaikan ke sekretariat CBD pada 2019.
Sekretariat CBD mencatat dan menyambut secara positif laporan Indonesia tersebut, dan catatan tersebut dimuat dalam Global Biodiversity Outlook ke 5 (GBO-5). GBO ke 5 tersebut, telah disebarluaskan dalam Sidang Special Subsidiary Body on Scientific, Technical, and Technological Advice (SBSTA) dan Subsidiary Body on Implementation (SBI), yang dilaksanakan secara virtual pada tanggal 15-18 September 2020.
Menurut Wiratno, beberapa capaian positif kemajuan Aichi Targets Indonesia yang disebut GBO-5 antara lain yaitu:
Pertama, menjadi contoh peningkatan biodiversity awareness bersama sembilan negara;
Kedua, laju deforestasi Indonesia terus menurun hingga mencapai angka terendah yaitu 0,40 juta Hektare/tahun;
Ketiga, menurunkan tekanan pada sumber daya ikan dengan melakukan Combatting Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing;
Keempat, meningkatkan upaya pengembangan genetik melalui partisipasi dalam pelatihan teknik konservasi benih tanaman;
Kelima, menjadi contoh ‘bold action’ dalam memerangi illegal fishing dan foreign vessel.
Wiratno mengatakan, upaya konservasi dan aspek ekologi saat ini telah menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan strategi perencanaan pembangunan nasional. Dalam skala global, diperlukan pengembangan kolaborasi kolektif multipihak dengan berpegang pada prinsip mutual respect, mutual trust, dan mutual benefit.
Posisi dan komitmen pemerintah Indonesia untuk mendukung agenda konservasi di tingkat global telah nyata, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional. Terutama terkait dengan perlindungan dan pemanfaatan lestari dari kekayaan keanekaragaman hayati sebagai aset bangsa.*
Komentar tentang post