Darilaut – Pada prinsipnya air memang bisa diubah menjadi bahan bakar, namun untuk saat ini belum efisien.
Hal ini dikatakan Peneliti Laboratorium Motor Bakar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Arifin Nur melalui podcast Aiman Witjaksono, Senin (15/8).
“Itu memang benar, air bisa dipisahkan menjadi hidrogen dan oksigen, tapi bila dilihat dari efisiensinya itu tidak masuk,” ujar Arifin.
Beberapa waktu yang lalu, di jagat media dihebohkan dengan klaim seseorang yang mengaku telah berhasil mengubah air menjadi bahan bakar.
Temuannya ini juga telah diujicobakan pada kendaraan bermotor dan berhasil, namun sang inovator mengakui bahwa temuannya ini belum dilakukan pengujian secara scientific.
Dari sisi proses pemisahan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen, Arifin membenarkan temuan yang sedang viral tersebut.
Untuk memisahkan unsur air yang merupakan unsur paling stabil di dunia, itu membutuhkan energi yang sangat besar.
Riset semacam ini telah dilakukan di banyak negara termasuk di Indonesia, bahkan Arifin pernah diajak PT PLN untuk melakukan pengujian terhadap temuan yang sama dari masyarakat.
Saat itu, sekitar tahun 2012 ada pihak yang mengaku menghasilkan temuan mengubah air menjadi bahan bakar. Temuan ini disambut baik oleh PT PLN dengan target dapat melakukan efisiensi bahan bakar hingga 5 persen.
“Setelah dilakukan pengujian ternyata hasilnya tidak seperti yang klaim oleh penemu,” ujarnya.
Menurut Arifin, secara prinsip berhasil memisahkan molekul air dan menjadi bahan bakar. Untuk memisahkan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen itu membutuhkan energi yang besar, dan jumlah energi yang digunakan untuk memisahkan tidak seimbang dengan energi yang dihasilkan.
“Energi listrik yang digunakan untuk elektrolisis air menjadi hidrogen dan oksigen itu lebih besar dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan oleh motor dinamo yang digerakkan turbin,” kata Arifin.
Arifin menganggap temuan viral terkait mengubah air menjadi bahan bakar mempunyai kesamaan cara kerja dengan penemuan sebelumnya. Namun teknologi yang digunakan justru masih lebih canggih penemuan pihak lain sebelumnya.
Terkait temuan seperti ini, Arifin menganjurkan kepada siapa saja yang menghasilkan sebuah temuan hendaknya dilakukan pengujian terlebih dahulu di laboratorium agar hasil temuan tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah.
Pengujian tidak harus di laboratorium yang besar, dan di Indonesia sudah banyak tempat pengujian untuk skala kecil.
“Untuk kasus ini bisa dilakukan pengujian di bengkel-bengkel motor dahulu kemudian dilanjutkan pengujian ke laboratorium yang berstandar agar mendapatkan jaminan yang benar,” katanya.
Komentar tentang post