Bandung – Gelombang tsunami yang mencapai garis pantai tanpa didahului adanya gempa atau surutnya muka laut menimbulkan banyak pertanyaan.
Apakah ini karena gempa tektonik, pasang purnama, letusan anak krakatau atau bahkan tumbukan meteor di tempat tertentu.
Volkanolog Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Mirzam Abdurrachman mengatakan, beberapa kemungkinan terjadinya gelombang tsunami di sekitar Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam.
Menurut Mirzam, seperti dikutip dari laman resmi ITB, terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadinya volcanogenic tsunami.
Pertama, karena kolapsnya kolom air akibat letusan gunung api yang berada di laut. Seperti balon pelampung yang meletus di dalam kolam. Hal ini menyebabkan riak air di sekitarnya.
Kedua, pembentukan kaldera akibat letusan besar gunung api di laut. Ini menyebabkan perubahan kesetimbangan volume air secara tiba-tiba. Menekan gayung ke bak mandi, kemudian membalikannya adalah analogi pembentukan kaldera gunung api di laut.
Mekanisme 1 dan 2 pernah terjadi pada letusan Krakatau, tepatnya 26-27 Agustus 1883. Tsunami tipe ini umumnya didahului turunnya muka laut sebelum gelombang tsunami yang tinggi masuk ke daratan.
Mekanisme ketiga, karena longsor. Material gunung api yang longsor dapat memicu perubahan volume air di sekitarnya. Tsunami tipe ini pernah terjadi di Mt. Unzen Jepang 1972. Banyaknya korban jiwa saat itu, hingga mencapai 15.000 jiwa disebabkan karena pada saat yang bersamaan sedang terjadi gelombang pasang.
Mekanisme keempat, aliran piroklastik atau sering disebut sebagai wedus gembel yang turun melalui lereng dengan kecepatan tinggi saat terjadi letusan. Aliran piroklastik mendorong muka air jika gunung tersebut berada di atau dekat pantai.
Tsunami tipe ini pernah terjadi saat Mt. Pelee, Martinique yang meletus pada 8 Mei 1902. Saat aliran piroklastik Mt. Pelle yang meluncur dan menuruni lereng akhirnya mendorong muka laut dan menghasilkan tsunami.
Volcanogenic tsunami akibat longsor atau pun aliran piroklastik umumnya akan menghasilkan tinggi gelombang yang lebih kecil dibandingkan dua penyebab sebelumnya.
Namun demikian, bisa sangat merusak dan berbahaya karena tidak didahului oleh surutnya muka air laut, seperti yang terjadi di Selat Sunda tadi malam. “Diperlukan penelitian lebih lanjut buat memastikan penyebab utama Tsunami di Selat Sunda,” kata Mirzam.
Komentar tentang post