Darilaut – Perairan Indonesia memiliki distribusi karang spesies Acropora yang sangat luas. Namun, pemanasan global akibat perubahan iklim dapat mempengaruhi distribusi biota laut, seperti di dalam kawasan konservasi.
Untuk mengetahui bagaimana kondisi karang Acropora di masa mendatang, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hadiyanto, menggunakan Species Distribution Modelling (SDM) untuk memprediksi biota laut ‘Acropora’ tahun 2100.
Hasil studi biota laut karang spesies Acropora di Indonesia tersebar di 698 area. Sebanyak 75 persen atau 558 area digunakan untuk membangun model, sedangkan 25 persen atau 140 area digunakan untuk memvalidasi (menguji) model.
Dalam webinar “Biogeografi Karang Indonesia di era anthropocene”, akhir Juli lalu, Hadiyanto mengatakan, hasil modelling menunjukkan bahwa Acropora tersebar luas di perairan Indonesia, terutama di bagian timur.
Tetapi, menurut Hadiyanto, area distribusi Acropora diprediksi menurun sebesar 22,15 persen di masa mendatang pada 2100 akibat pemanasan global, terutama di Indonesia bagian barat.
Hasil ini mirip dengan hasil penelitian Cacciaplagia dan van Woesik (2018) yang telah memprediksi distribusi Porites lobata pada tahun 2100. Penurunan area distribusi Acropora berimplikasi terhadap performa kawasan konservasi di Indonesia.
Sebagai contoh, kawasan konservasi di Simeulue, Nias, dan Siberut diprediksi tidak lagi menjadi tempat perlindungan Acropora di masa mendatang (2100) karena profil lingkungannya sudah tidak sesuai.
“Sebagai jejaring konservasi, perlu dipertimbangkan pengembangan kawasan konservasi di pulau-pulau di sebelah selatan, seperti Sipora dan Pagai, yang diprediksi masih sesuai untuk kehidupan Acropora”, kata Hadiyanto seperti dikutip dari Oseanografi.lipi.go.id.
Menurut Hadiyanto, studi biogeografi berperan penting dalam pengembangan jejaring kawasan konservasi, seperti menentukan biota target.
Beberapa biota target bisa jadi pindah ke area lain yang mungkin berada di luar kawasan konservasi saat ini.
Oleh karena itu, kata Hadiyanto, pengembangan kawasan konservasi baru sebagai jejaring perlu dipertimbangkan agar biota target selalu berada dalam perlindungan kawasan konservasi. Salah satu cara untuk memprediksi distribusi biota laut adalah dengan menggunakan SDM.
Hadiyanto mengatakan, metode ini menganalisa secara kuantitatif kehadiran biota dengan profil lingkungan di sekitarnya. Kemudian diekstrapolasi antar ruang dan waktu.
Species Distribution Modelling terdiri dari tiga komponen utama, yaitu data spesies, data lingkungan, dan modelling.
Data spesies, merupakan data poin yang menunjukkan koordinat di mana spesies tersebut ditemukan dan/atau tidak ditemukan. Data ini dapat berupa kehadiran, kelimpahan, atau persentase tutupan.
Data lingkungan, merupakan data raster yang menunjukkan profil lingkungan dimana spesies tersebut ditemukan dan/atau tidak ditemukan, seperti suhu, salinitas, dan kedalaman.
Modelling dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu profile methods (Bioclim dan Domain), classical regression methods (Linear Model, Generalised Linear Model, dan Generalised Additive Model), atau machine learning methods (Maximum Entropy dan Random Forest).*
Komentar tentang post