Darilaut – Selama tahun 2022, kejadian banjir menyebabkan kerugian ekonomi tertinggi di Australia dan Indonesia.
Kondisi La Nina berkontribusi terhadap anomali curah hujan yang signifikan di wilayah Pasifik Barat Daya.
Namun, sebagian besar pulau-pulau di khatulistiwa, Pasifik, mengalami kondisi yang lebih kering dari biasanya, seperti di Kiribati serta Tuvalu. Di wilayah ini sering mengalami kekurangan air yang signifikan sepanjang tahun.
Sisi ekstrim lainnya, Australia menderita kerugian ekonomi yang signifikan terkait dengan banjir yang parah.
Dalam siaran pers Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) yang diterbitkan Jumat (18/8), pada tahun 2022 secara agregat banjir menyebabkan kerugian ekonomi tertinggi di Australia, dengan total lebih dari US$ 8 miliar, diikuti oleh Indonesia (lebih dari US$ 74 juta) dan Filipina (lebih dari US$ 11 juta).
Pada tahun 2022, total 35 peristiwa bencana alam dilaporkan di Pasifik Barat Daya menurut Database Bencana Internasional (EM-DAT).
Lebih dari 70% di antaranya merupakan peristiwa banjir. Ini mengakibatkan lebih dari 700 kematian. Kematian ini berhubungan dengan badai.
Lebih dari 8 juta orang terkena dampak langsung dari bahaya ini, dan menyebabkan kerusakan ekonomi total mendekati US$ 9 miliar.
Badai adalah penyebab utama kematian dan berdampak pada sebagian besar orang pada tahun 2022, terutama di Filipina dan Fiji.
Perbandingan kerugian ekonomi akibat bencana di kawasan Pasifik Barat Daya pada tahun 2022 dengan rata-rata selama 20 tahun terakhir (2002–2021) menunjukkan bahwa kerugian yang terkait dengan banjir pada tahun 2022 (diperkirakan US$ 8,5 miliar) lebih dari 4 kali rata-rata.
Blue Pacific
Laporan tersebut dirilis pada Pertemuan Menteri Meteorologi Pasifik Ketiga (PMMM-3) dan Pertemuan Keterlibatan Mitra dan Donor Pembangunan Pertama di Fiji.
Pertemuan yang semuanya saling terkait ini akan dipandu dengan tema: “Sustaining Weather, Climate, Water and Ocean Services for a Resilient Blue Pacific.”
Pertemuan tersebut mengumpulkan Menteri Pemerintah, perwakilan dari Layanan Meteorologi dan Hidrologi Nasional (NMHS) di Pasifik, serta dari mitra pembangunan seperti Sekretariat Program Lingkungan Regional Pasifik (SPREP), WMO dan sektor swasta, untuk memperkuat iklim dan layanan cuaca di Pasifik.
“Kami, orang-orang Pasifik berada di garis depan dari dampak krisis tiga planet perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. Para pemimpin Pasifik telah mendeklarasikan darurat iklim, menegaskan kembali bahwa ini adalah satu-satunya ancaman eksistensial terbesar yang dihadapi Pasifik Biru,” kata Direktur Jenderal SPREP, Sefanaia Nawadra.
Laporan WMO menjelaskan bahwa tingkat kenaikan permukaan laut pada umumnya sedikit lebih tinggi dari tingkat rata-rata global, mencapai kira-kira 4 mm per tahun di beberapa daerah.
Terlepas dari kondisi La Nina, gelombang panas laut terjadi di berbagai bagian wilayah. Gelombang panas laut yang paling menonjol dan terus-menerus terjadi di wilayah yang luas di timur laut Australia dan selatan Papua Nugini di Solomon dan Laut Koral, selama lebih dari enam bulan.
Lautan telah menyerap lebih dari 90% kelebihan panas dalam sistem iklim. Pemanasan laut berkontribusi sekitar 40% dari kenaikan permukaan laut rata-rata global yang diamati melalui ekspansi termal air laut.
Ini secara tidak langsung mengubah arus laut, jalur badai dan memengaruhi ekosistem laut.
Sebagian besar kawasan di Pasifik Barat Daya menunjukkan pemanasan laut atas (0–700 m) sejak tahun 1993.
Pemanasan sangat kuat, dengan laju melebihi 2–3 kali laju pemanasan rata-rata global, di Laut Solomon dan di sebelah timur Samudra Pasifik. Pulau Solomon; di Laut Arafura, Banda dan Timor; timur Filipina; di sepanjang pantai selatan Indonesia dan di Laut Tasman, menurut laporan tersebut.
Di Indonesia, perkiraan satelit luasan gletser di bagian barat pulau Papua menunjukkan luas es total pada April 2022 sebesar 0,23 km2, turun sekitar 15% dari perkiraan sebelumnya sebesar 0,27 km2 pada Juli 2021.
Dari tahun 2016 hingga 2022, rata-rata pengurangan luas es sekitar 0,07 km2 per tahun. Pengukuran ketebalan es melalui satu pancang menunjukkan pengurangan ketebalan 24 m dari Juni 2010 hingga awal 2021, dan perkiraan ketebalan es yang tersisa pada Desember 2022 hanya 6 meter.
Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim meningkat di Pasifik Barat Daya. Kondisi La Nina yang terjadi sejak tahun 2020 hingga awal 2023, hanya sebagai penanda memperlambat kenaikan suhu.
Akan tetapi kenaikan permukaan laut meningkat, panas laut dan pengasaman mengancam ekosistem dan cara hidup.
Bencana yang berhubungan dengan cuaca dan dampak perubahan iklim mengurai tatanan masyarakat di Pasifik Barat Daya.
Kenaikan permukaan laut mengancam masa depan pulau-pulau dataran rendah, sementara peningkatan panas laut dan pengasaman merusak ekosistem laut yang vital dan rentan, menurut laporan baru WMO.
Laporan Keadaan Iklim di Pasifik Barat Daya 2022 memberikan gambaran tentang indikator iklim termasuk suhu, kenaikan permukaan laut, panas dan pengasaman laut, dan peristiwa cuaca ekstrem pada tahun 2022.
Laporan ini juga menyoroti risiko dan dampak sosial-ekonomi pada sektor seperti pertanian.
Komentar tentang post