Jakarta – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), belum memiliki peralatan sistem peringatan dini tsunami akibat aktivitas vulkanik. Seperti pada aktivitas vulkanik di Gunung Anak Krakatau.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan, sistem peringatan dini tsunami yang dimiliki oleh BMKG saat ini hanya untuk tsunami yang disebabkan gempa bumi tektonik, sedangkan tsunami yang melanda Selat Sunda adalah akibat aktivitas vulkanik.
“Sehingga saat ada aktivitas vulkanik di Gunung Anak Kraktau, sistem peringatan dini tsunami tidak mampu memproses secara otomatis adanya aktivitas vulkanik sehingga tidak memberikan WARNING tsunami,” katanya.
Pada Jum’at (21/12) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah mendeteksi adanya aktivitas erupsi gunung anak krakatau Lampung. Tinggi kolom abu teramati kurang lebih 400 meter di atas puncak dan 738 meter di atas permukaan laut. Kolom abu teramati berwarna hitam dengan intensitas tebal condong ke arah utara, dan pada saat itu gunung anak krakatau berada pada status level II (waspada).
BMKG telah memberikan peringatan dini gelombang tinggi yang berlaku tanggal 22 Desember 2018 pukul 07.00 WIB hingga tanggal 25 Desember 2018 pukul 07.00 WIB di wilayah perairan Selat Sunda. Dalam peringatan dini ini, tinggi gelombang 1,5 sampai 2,5 meter.
Pada Sabtu (22/12) pukul 20.56 WIB terjadi erupsi gunung anak krakatau yang memicu longsor lereng Gunung Anak Krakatau seluas 64 Hektare. Pukul 21.03 WIB tercatat di sensor seismograph BMKG di Cigeulis Pandeglang (CGJ) dan beberapa sensor di wilayah Banten serta Lampung.
Namun sistem prosesing otomatis gempa BMKG tidak memproses secara otomatis karena signal getaran yang tercatat bukan merupakan signal gempabumi tektonik.
BMKG tidak melakukan monitoring aktivitas gunung Krakatau dan gunung api lainnya. Monitoring ini dilakukan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementrian ESDM.
Pukul 21.30 WIB petugas Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG mendapat laporan kepanikan masyarakat di wilayah Banten dan Lampung karena air laut pasang yang tidak normal. BMKG langsung melakukan checking marigram Tide Gauge Badan Informasi Geospasial (BIG).
Dari hasil checking tersebut, terindikasi tercatat perubahan permukaan air laut di beberapa wilayah seperti di Pantai Jambu, Bulakan, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang tercatat pukul 21.27 WIB ketinggian air mencapai 0.9 meter.
Di pelabuhan Ciwandan, Kecamatan Ciwandan Banten tercatat pukul 21.33 WIB dengan ketinggian 0.35 meter. Kota Agung Kecamatan Kota Agung Lampung tercatat pukul 21.35 WIB dengan ketinggian 0.36 meter. Pelabuhan Panjang Kecamatan Kota Bandar Lampung tercatat pukul 21.53 WIB dengan ketinggian 0.28 meter.
Dari hasil catatan marigran, tide gauge BIG tersebut diyakini bahwa ini merupakan gelombang tsunami. Selanjutnya pada pukul 22.30 WIB, BMKG segera mengeluarkan press release telah terjadi tsunami melanda Banten dan Lampung tidak dipicu oleh Gempa bumi tektonik.
Setelah itu, pada Sabtu (22/12) BMKG menyampaikan telah terjadi tsunami yang melanda Banten dan Lampung dan bukan disebabkan oleh gempabumi tektonik, dan pada Minggu (23/12) Pukul 14.40 WIB BMKG memastikan bahwa pusat getaran ada di gunung anak krakatau, 115,46 BT- 6.10 LS, kedalaman 1 km, getaran tersebut setara dengan kekuatan M 3,4.*
Komentar tentang post