Jakarta – Penggunaan bom, potasium, dan alat tangkap merusak lainnya masih menjadi momok bagi pelestarian ekosistem terumbu karang. Selain itu, ancaman dan tekanan yang sangat besar terhadap ekosistem terumbu karang juga karena permintaan ikan karang hidup konsumsi semakin meningkat.
Saat ini, impor pupuk urea bisa mencapai 50 ton seminggu untuk kepentingan non-perkebunan. Ini perlu dicermati dan diantisipasi penyalahgunaannya. Temuan dan laporan lapangan mengindikasikan banyaknya penggunaan pupuk urea, sebagai bahan dasar bom ikan karang.
Karena itu, perlu segera dilakukan upaya pencegahan penangkapan ikan yang ilegal, menggunakan alat dan cara penangkapan yang merusak lingkungan serta berlebihan.
“Tekanan tersebut, menjadikan ekosistem terumbu karang semakin rusak,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang memimpin Delegasi Indonesia pada pertemuan Koordinasi Ketua Bersama Sekretariat International Coral Reef Initiative (ICRI) 2018 – 2020 di Paris, Perancis.
Pertemuan ini diikuti Delegasi Monaco yang dipimpin oleh Mr Fautrier (Minister Plenipotentiary, Special Adviser to the Prime Minister on Sustainable Development Issues) dan Delegasi Australia yang dipimpin oleh Dr. Russell Reichelt (CEO the Great Barrier Reef Marine Park Authority).
ICRI perlu memberikan pandangan dan dukungan pengelolaan yang berkelanjutan pada dimensi sosial ekonomi dalam pengelolaan terumbu karang. Seperti pada jenis ikan karang hidup konsumsi.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Susi mengusulkan agar pengelolaan perikanan karang menjadi agenda utama ICRI dan disepakati sebagai bagian dari Rencana Aksi Sekretariat ICRI 2018 – 2020. Ikan karang hidup konsumsi (live reef food fish/LRFF) adalah salah satu produk idola perdagangan ekspor ke pasar Hong Kong dan Tiongkok yang dinilai sangat menguntungkan.
Setiap tahun, diperkirakan sebanyak 20.000– 30.000 metrik ton (MT) dengan nilai lebih dari 1 miliar dolar US ikan karang tercatat diperdagangkan melalui Hong Kong. Angka ini yang tercatat dan legal.
Diperkirakan masih banyak lagi jumlah ikan karang yang diperdagangkan dan masuk ke Hong Kong dengan cara ilegal. LRFF yang legal, saat ini senilai hampir sepertiga dari tangkapan tuna dari kawasan di Western and Central Pacific. Meski pun dari sisi volume, jumlahnya kurang dari lima persennya.
Menteri Susi menegaskan, ICRI perlu mengantisipasi pengelolaan ikan karang hidup konsumsi. Selain itu, memberikan panduan mengelola secara lestari ikan karang hidup dan ekosistem terumbu karang. Ketua Bersama Indonesia dalam Sekretariat Bersama ICRI 2018-2020 akan memastikan bahwa isu dan permasalahan serta solusi ikan karang hidup ini menjadi bagian dari agenda utama ICRI.
Hal ini perlu didiskusikan sejak awal dan dicarikan solusi yang menguntungkan bagi nelayan, penduduk setempat, serta kesehatan terumbu karang. Jika tidak, maka laju dan dampak kerusakan terumbu karang akan terus menjalar ke daerah lain dan semakin masif.
Menteri Susi akan menunjuk pakar terumbu karang dan pakar ikan karang kosumsi untuk memastikan kontribusi Indonesia dalam Ketua Bersama Indonesia di ICRI. Delegasi Monaco dan Australia memastikan LRFF menjadi agenda utama Sekretariat ICRI 2018-2020.
Dalam pertemuan tersebut juga disepakati pelaksanaan pembahasan para pakar pada awal Desember 2018 bersamaan dengan Sidang Umum 33 ICRI.*
Komentar tentang post