Darilaut – Kebanyakan tsunami dipicu oleh gempa bawah laut dan biasanya terdeteksi jika terjadi lonjakan atau gangguan tekanan hidrostatis.
Dari grafik yang ditunjukkan, lonjakan berhenti dan kembali normal. Artinya, tidak terjadi tsunami sesuai dengan hasil modelling yang dikeluarkan oleh BMKG.
Adanya perubahan tekanan air bawah laut yang ditunjukkan oleh Buoy tidak berlangsung lama dan kembali normal. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi tsunami akibat gempa tersebut.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat meninjau ruang Indonesia Tsunami Observation Center (Ina-TOC) di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) I, bersama Kepala BPPT Hammam Riza, Selasa (11/5).
Alat deteksi tsunami BPPT mendukung Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Ina-TEWS). Buoy tsunami BPPT dilengkapi dengan teknologi Ocean Bottom Unit (OBU) yang diletakkan di dasar laut yang mampu mendeteksi ada atau tidaknya gelombang tsunami.
Menurut Dwikorita alat ini merupakan verifikator terhadap model peringatan dini tsunami yang dimiliki oleh BMKG.
Saat gempabumi M 6,1 di Malang tanggal 10 April yang lalu, kata Dwikorita, buoy di selatan Malang mendeteksi adanya perubahan tekanan hidrostatis bawah laut sesaat setelah BMKG mengeluarkan informasi gempabumi. Artinya ini verified, bahwa kejadian gempabumi berdampak pada perubahan tekanan hidrostatis bawah laut.
Komentar tentang post