Digifish 2019, Jembatan Inovasi Digital Kelautan dan Perikanan

FOTO: KKP

Jakarta – Sebanyak 200 peserta menghadiri Digifish 2019, acara strategis dan jembatah dibidang inovasi digital kelautan dan perikanan. Para peserta antara lain pembudidaya ikan, petambak udang, startup/pelaku inovasi, kementerian dan lembaga, supplier sarana dan prasarana produksi perikanan, perguruan tinggi, NGO, media, asosiasi perikanan, startup accelerator hingga venture capital.

Ketua Pelaksana Digifish 2019 yang juga CEO Minapoli Rully Setya Purnama mengatakan, ekosistem digital dapat mendorong dan menjembatani hadirnya inovasi yang dapat menjadi alternatif solusi atas tantangan yang ada saat ini dan berkembang ke depan di bidang kelautan dan perikanan.

“Tujuan dari diadakannya Digifish 2019 adalah untuk menginkubasi lahirnya ekosistem inovasi digital kelautan dan perikanan sehingga inovasi yang muncul mulai dari perguruan tinggi dapat terkonversi hingga dapat digunakan oleh pelaku industri,” kata Rully.

Digifish 2019 merupakan kerjasama Minapoli dengan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Himpunan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (HA-FPIK IPB). Kegiatan ini berlangsung Selasa, (3/12), dengan mengusung tema “Incubating Ecosystem of Digital Innovation” di Ballroom Gedung Mina Bahari 3, KKP.

Digifish 2019 terdiri dari Conference, Pitching Session, Innovation Expo dan Networking Session. Dalam rangkaian acara ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membuka dan sebagai Keynote Speech Digifish 2019.

Sesi pertama Conference Digifish 2019, menampilkan tiga founder dari startup dan satu perwakilan asosiasi petambak udang. Pembicara dari startup Growpal, Aruna dan Jala berbagi pengalaman dan tantangan yang dihadapi dari awal hingga berada di titik saat ini sebagai startup perikanan yang punya reputasi skala global.

Sesi ini dimoderatori oleh Anugerah Erlaut yang merupakan pemenang kedua Aquaculture Innovation Challenges (AIC) 2019.

Pembicara pertama, Paundra Noorbaskoro memaparkan visi dan misi Growpal untuk mengingkatkan ekonomi dan menghasilkan dampak sosial melalui pendanaan kegiatan produksi perikanan.

Aryo Wiryawan menceritakan inspirasinya untuk memulai Jala dari permasalahan yang dihadapinya dalam mencatat parameter air sebagai petambak. Startup yang dimulai Aryo memecahkan masalah itu dengan menyediakan sensor yang dapat mencatat data air kolam secara otomatis.

Data yang dicatat digunakan oleh Jala untuk membuat model kecerdasan buatan sehingga dapat memberikan masukan kepada petani.

Founder Aruna Farid Naufal Aslam, menyampaikan langkah awal sejak memenangi Hackathon Merdeka pada tahun 2015. Aruna bertujuan menigkatkan pendapatan nelayan dengan menyediakan online marketplace yang memperpendek mata rantai distribusi ikan sehingga nelayan dapat memperoleh harga yang lebih baik.

Sementara itu, Cynthia Darmawan dari Petambak Muda Indonesia (PMI) berbagi cerita tentang pengalamannya kuliah di luar negeri dan bagaimana ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan melanjutkan usaha keluarganya bertambak udang.

Menurut Cynthia, kita harus bangga menjadi menjadi aktor di bidang perikanan yang turut berkontribusi untuk Indonesia.

Setelah sesi ini, ada 7 startup/pelaku inovasi mengikuti Pitching Session yaitu Nanobubble.id, eFAD Rumpon Portable, Mina Indonesia, Pictafish, Alune, BAUR, dan Balai Pengembangan Budidaya Laut Ambon.

Pada sesi kedua konferensi, menampilkan 5 komponen penting dalam ekosistem inovasi digital perikanan yakni startup, accelerator, venture capital dan KKP. Sesi ini dengan moredator Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor yang juga sebagai Ketua Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Kelautan dan Perikanan Luky Adrianto.

Narasumber Gibran Huzaifah menceritakan bagaimana pengalamannya memulai eFishery sebagai startup pionir di bidang perikanan khususnya akuakultur pada tahun 2012. Hingga sekarang berhasil meraih pendanaan 4 juta dolar dari investor dan pengguna produk inovasinya, yakni alat pemberi pakan ikan/udang otomatis yang tersebar di 22 provinsi di Indonesia. eFishery juga menginisiasi hadirnya Kampung Perikanan Digital di berbagai daerah untuk meningkatkan adopsi teknologi di bidang akuakultur.

Sementara itu, Dylan Howell dari HATCH mengatakan, telah menjelejahi berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia untuk mencari startup yang mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih jauh. HATCH adalah akselerator startup pertama di dunia yang berfokus di bidang akuakultur. Program HATCH telah diikuti lebih dari 20 startup dari berbagai negara dan tahun ini memasuki batch ke 3 dan mengambil lokasi penyelenggaraan di Hawaii, Norwegia dan Singapura.

Pembicara selanjutnya, Richard Budhitresno dari East Ventures menjelaskan pentingnya karakter seorang founder startup dan market size sebagai hal yang menjadi pertimbangan East Ventures untuk keputusan dalam investasi ke startup. East Ventures merupakan salah satu venture capital paling aktif di Asia Tenggara East Ventures dikenal memiliki “sentuhan dingin” yang dibuktikan dengan portfolio investasi di startup unicorn seperti Tokopedia dan Traveloka.

Menariknya mereka sudah mulai melirik industri perikanan, salah satunya startup Aruna yang baru saja mendapatkan pendanaan.

Pembicara terakhir Coco Kokarkin, Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP. Menurut Coco, pemerintah akan terus mendukung hadirnya inovasi digital terlebih untuk segmen yang belum banyak disentuh dan menjadi tantangan industri saat ini. Seperti pencegahan penyakit ikan/udang dan pengembangan teknologi untuk perikanan berkelanjutan.

Rangkaian sesi yang ada di Digifish 2019 ditutup dengan closing statement dari Rully Setya Purnama. Selain CEO Minapoli, Rully Ketua Divisi Startup HA-FPIK IPB dan Wasekjen Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).

“Hari ini kita telah menginisiasi dan menginkubasi hadirnya ekosistem inovasi digital kelautan dan perikanan. Kami berharap sebagaimana layaknya sebuah ekosistem, sombiosis mutualisme antar komponen didalamnya menjadi kunci sukses keberhasilan ekosistem tersebut,” kata Rully.

Karena itu, sangat penting untuk selalu mengedepankan sinergi dan kolaborasi dalam ekosistem inovasi digital.*

Exit mobile version