Darilaut – Jika ada pembelajaran yang bisa dipetik, saat kita memasuki tahun ketiga pandemi COVID-19, itu adalah nilai kebebasan, kesehatan, dukungan sosial dan keluarga, serta mobilitas.
Bandingkan dengan kehidupan lumba-lumba penangkaran, di mana konsep kebebasan tidak ada. Setiap keputusan mulai dari konsumsi makanan hingga pemilihan pasangan akuarium dan aktivitas sehari-hari dibuat oleh orang lain.
Dengan mengedepankan keuntungan, kesehatan mental, emosional, dan fisik lumba-lumba menjadi prioritas kedua.
Karena itulah, pada bulan April 1970, Dolphin Project lahir.
“Selama 52 tahun terakhir, Dolphin Project telah melindungi lumba-lumba di seluruh dunia, menarik kesadaran akan kekejaman seperti di Taiji yang tidak masuk akal dan perburuan tahunan di Jepang, serta lumba-lumba yang bertahan di penangkaran hidup menderita,” tulis Pendiri dan Direktur Dolphin Project, Ric O’Barry (21/4).
Jika memungkinkan, melepaskan lumba-lumba yang sebelumnya ditangkap kembali ke alam liar.
Dolphin Project telah memelopori protokol rehabilitasi dan pelepasan lumba-lumba di banyak negara di dunia, seperti di Haiti, Indonesia, Korea Selatan, Kolombia, Guatemala, Nikaragua, Brasil, Bahama, dan Amerika Serikat.
Di Indonesia, Rehabilitation, Release and Retirement Center (Pusat Rehabilitasi, Pelepasan, dan Pensiun) Umah Lumba berada di Teluk Banyuwedang, Bali Barat, sebagai tempat yang pertama dan satu-satunya di dunia untuk merawat lumba-lumba yang menderita.
Komentar tentang post