Emil Salim Minta Presiden Batalkan Kebijakan Ekspor Benih Lobster

Penampungan dan pembesaran lobster di “Kampoeng Lobster” Kemadang, Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. FOTO: DARILAUT.ID

Darilaut – Mantan Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1978-1983) dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (1983-1993) Prof Emil Salim meminta dengan hormat agar Presiden Jokowi membatalkan kebijakan ekspor benih lobster.

Melalui akun Twitter @emilsalim2010, Emil Salim menyampaikan sejalan dengan penolakan ekspor benih lobster yang sudah disampaikan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Karena itu, Emil memohon kepada Presiden agar membatalkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12/2020. Permen ini tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.) di wilayah negara Republik Indonesia.

“Sejalan dgn penolakan PP Muhammadiyah & PNNU, saya mohon Presiden @jokowi membatalkan Permen KP no:12/2020 tgl.4/5/2020 yg mengizinkan 318 juta ekor benih bening lobster diekspor 3 bulan dlm rangka ekspor 365 juta per thn selama 3 thn kedepan yg rugikan RI,” tulis Emil.

Menurut Emil, dengan mengizinkan ekspor benih bening lobster mengurangi kesempatan bagi nelayan dan pengembang ekspor lobster untuk menaikkan nilai tambah lobster, serta hasil pendapatannya. Ekspor benih lobster hanya semata-mata untuk keuntungan eksportir.

TWITTER

Emil mengatakan,”Mengizinkan ekspor benih bening lobster mengurangi kesempatan nelayan-pengembang-lobster nasional menaikkan nilai tambah lobster serta hasil pendapatannya. Se-mata2 demi keuntungan eksportir mengekspor benih lobster pada kompetitor kita di luar negeri.”

Melansir Kompas Sabtu (8/8) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan penolakan terhadap kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang membuka keran ekspor benih lobster. Kebijakan itu dinilai sebagai pengabaian dan pengingkaran terhadap moralitas konstitusi.

Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, mengatakan, ada kecenderungan negara yang semakin mengingkari nilai-nilai dan komitmen moralitas Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Selain itu juga mengingkari derita masyarakat sipil, terutama nelayan, yang mengalami proses pemburukan demokratisasi di sektor kelautan (Kompas, Sabtu 8/8).

Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, kebijakan ini tidak akan memberikan keuntungan dalam jangka panjang, baik bagi masyarakat maupun negara. “Tidak setuju satu juta persen (ekspor benur). Hitung-hitungan ekonomi saja, kalau jual anaknya untungnya sedikit. Tapi kalau jual di waktu yang sudah patut ditangkap, untungnya sangat besar. Pilih mana?” kata Anwar (Tempo.co, Sabtu 8/8).

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Bahtsul Masail (LBM PBNU) menggelar kajian hukum Islam atas kebijakan ekspor benih lobster. PBNU mengukur kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk ekspor benih lobster dari segi dampaknya.

Masalah ekspor benih bening lobster dari sisi fiqih masuk dalam ranah fiqih ma`alat, yaitu fiqih yang melihat dan membandingkan dampak dari perbuatan hukum, baik perbuatan tersebut selaras dengan syariat atau bertentangan dengannya.

“Kebijakan ekspor benih lobster, jika berlangsung dalam skala masif sehingga mempercepat kepunahan, bukan hanya benihnya tetapi juga lobsternya, bertentangan dengan ajaran Islam,” kata Kiai Asrori S Karni yang memimpin musyawarah keputusan final sidang komisi bahtsul masail diniyah al-qanuniyah LBM PBNU, seperti dikutip dari Nu.or.id, Rabu (5/8).

Sebelum merumuskan final keputusan sidang komisi bahtsul masail diniyah al-qanuniyah, LBM PBNU mengadakan diskusi daring secara intensif yang melibatkan berbagai kalangan mulai dari pemerintah, serikat nelayan, para peneliti, dan akademisi.

Para kiai yang turut serta dalam pembahasan itu adalah Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin, Katib Syuriyah PBNU KH Miftah Faqih, LBM PBNU KH Asnawi Ridwan, Bendahara Lbm PBNU KH Najib Bukhari, Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna, Wakil Ketua LBM PBNU KH Mahbub Maafi, Sekretaris Lbm PWNU Kiai Muntaha.

Terdapat 4 kesimpulan setelah melalui pengkajian mendalam yang dituangkan dalam Hasil Bahtsul Masail Lembaga Bahtsul Masail PBNU Nomor 06 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Ekspor Benih Lobster. Hasil kajian ditandatangani Ketua LBM PBNU KH. M. Nadjib Hassan dan Sekretaris H. Sarmidi Husna, MA.

Pertama, ekspor benih bening lobster harus dihentikan. Pemerintah harus memprioritaskan pembudidayaan lobster di dalam negeri. Ekspor hanya diberlakukan pada lobster dewasa, Bukan benih. Menteri Kelautan dan Perikanan harus memprioritaskan pengelolaan benih bening lobster di dalam negeri, bukan mengekspor ke Vietnam, dan menguntungkan kompetitor itu.

Kedua, pembelian benih lobster dari nelayan kecil, bisa tetap difasilitasi, dalam rangka meningkatkan pendapatan nelayan kecil. Tidak dilarang dan dikriminalisasi sebagaimana Permen KKP 56/2016. Tetapi benih lobster yang dibeli dari nelayan kecil itu bukan untuk diekspor, melainkan dibudidayakan sampai memenuhi standar ekspor, dalam bentuk lobster dewasa. Ekspor lobster dewasa harus diprioritaskan, bukan ekspor benih bening lobster.

Ketiga, terhadap pembolehan budi daya lobster di dalam negeri, LBM PBNU memberi dukungan. Terkait syarat kuota dan lokasi yang harus sesuai kajian KAJISKAN, itu adalah upaya protektif agar tidak terjadi penangkapan liar tanpa batas. Terhadap syarat “Nelayan Kecil yang terdaftar dalam Kelompok Nelayan di Lokasi Penangkapan”, itu merupakan mekanisme verifikasi untuk memastikan bahwa mereka betul-betul nelayan kecil, bukan nelayan kecil abal-abal.

Keempat, tujuan pengaturan restocking adalah baik, sesuai dengan tujuan menjaga ketersediaan dan keberlanjutan lobster. Namun pelaksanannya perlu terus diawasi bersama. Beberapa catatan kritis pada Permen KP 12/2020 sebagian besar terkait dengan implementasi peraturan ini.*

Exit mobile version