Darilaut – Kajian ilmiah terbaru pandemi Covid-19, Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama estimasi yang tidak terdeteksi sebanyak 32.000 kasus. Estimasi Covid-19 nomor dua Provinsi Jawa Barat dengan 8.090 kasus tak terdeteksi.
Kajian terbaru ini dilakukan tim Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama SimcovID Team. Dalam penelitian tersebut, tim mencoba menjawab permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks dan spesifik dengan pendekatan model yang lebih reaslistik.
Tim ini terdiri dari berbagai perguruan tinggi seperti ITB, Unpad, UGM, ITS, UB, Undana, bahkan termasuk peneliti perguruan tinggi luar negeri asal Indonesia yaitu Essex & Khalifa University, University of Southern Denmark dan Oxford University.
Dilansir Itb.ac.id, dalam kajian ilmiah yang dirancang, peneliti matematika epidemiologi ITB Dr Nuning Nuraini dan Tim SimcovID berusaha untuk menjawab tiga rumusan masalah. Pertama, lewat model SEIRQD (Suceptible-Exposed-Quarantine-Recovery-Death). Rumusan ini ingin menghasilkan analisa terkait estimasi kepadatan kasus Covid-19 per 100.000 jumlah penduduk dan menunjukkan seberapa besar perkiraan kasus yang tidak terdeteksi dari provinsi-provinsi di Indonesia.
Kedua, menggunakan metode Extended Kalman Filter. Tim SimcoviID berusaha untuk memberikan nilai Ro yang tepat bagi kejadian di Indonesia. Kemudian Nuning dan rekan-rekan menyiapkan proyeksi waktu puncak dan jumlah kasus kematian dari beberapa skenario kebijakan pemerintah yang mungkin akan dilaksanakan dalam menghadapi situasi pandemi ini.
Untuk menjawab tujuan pertama, tim menentukan estimasi parameter yang tepat melalui data yang ada, walaupun validitas data kasus terlapor diasumsikan rendah. Oleh sebab itu, estimasi parameter juga dilakukan melalui data kematian yang diasumsikan lebih dapat dipercaya dibandingkan data kasus terlaporkan.
Setelah data-data tersebut diolah, tim menyimpulkan, Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama sebagai provinsi dengan estimasi kepadatan kasus Covid-19 per 100.000 orang, tertinggi di Indonesia. Dengan estimasi kasus yang tidak terdeteksi sebesar 32.000 (dalam selang kepercayaan 86 persen) kasus. Selanjutnya, Provinsi Jawa Barat dengan 8.090 kasus tak terdeteksi, selang kepercayaan yang sama.
Untuk estimasi dari jumlah kasus Covid-19 yang terdeteksi berdasarkan pemodelan, Provinsi Bengkulu menjadi provinsi yang paling kecil kemampuan deteksinya yakni 0.26 persen dari perkiraan total kasus provinsi sebesar 385 kasus.
Penting untuk diketahui bahwa ada dua catatan penting menyangkut estimasi-estimasi yang dilakukan pada kajian ilmiah ini. Pertama, analisa estimasi hanya dilaksanakan pada provinsi-provinsi yang sudah ada kasus kematiannya.
Kedua, hasil estimasi ini hanya valid jika seluruh pasien yang terkonfirmasi Covid-19 dan meninggal dianggap tidak melakukan perjalanan lintas provinsi selama sekurang-kurangnya dua minggu. Asumsi-asumsi yang dipakai juga didasarkan data yang ada sampai tanggal 31 Maret 2020.
Selanjutnya, untuk nilai Ro, Tim SimcovID memprediksi, dengan menggunakan Extended Kalman Filter (EKF). Nilai Ro di Indonesia sekarang ada pada kisaran angka 3.3.
Menurut Nuning, Ro itu sendiri, kalau di matematika, bisa diartikan sebagai jumlah kelahiran kasus baru akibat 1 orang terinfeksi saat masuk ke dalam suatu populasi yang sepenuhnya sehat dan potensial untuk sakit. Biasanya, ada pihak yang menyebutnya juga sebagai faktor penggandaan atau semacamnya. Intinya, kita harus mengejar nilai Ro agar kurang dari 1 sehingga kita bisa mengejar keadaan bebas penyakit.
Terakhir, dalam melakukan kajian proyeksi waktu puncak dan jumlah kasus kematian dari skenario kebijakan pemerintah, Tim SimcovID membagi terlebih dahulu jenis skenario yang akan dikaji, yaitu tanpa kebijakan, kebijakan memperketat social/physical distancing dan karantina wilayah.
Selain itu, mereka juga menambahkan faktor waktu penerapan kebijakan dan waktu pelaporan/waktu konfirmasi kasus sebagai faktor kualitatif lainnya.
Hasilnya, kajian ilmiah tersebut menyimpulkan bahwa skenario kebijakan karantina wilayah dalam waktu dekat disertai dengan rapid-test adalah skenario terbaik yang dapat dilakukan pemerintah. Dari hasil pemodelan, fenomena pandemi di Indonesia dapat mereda lebih cepat, serta lebih sedikit kasus kematian jika pemerintah menerapkan karantina wilayah, melakukan rapid-test dan segera memulai kebijakan-kebijakan tersebut.
“Segala bentuk pekerjaan yang kami lakukan dalam membangun model dan menghasilkan analisa hanya didasarkan pada sikap sukarela. Kami tidak punya tujuan lain selain ingin mengerjakan apa yang sudah menjadi bagian dari profesi kami yaitu menghasilkan publikasi ilmiah. Namun, tentunya kami akan senang jika apa yang kami kerjakan dapat membantu bagi yang membutuhkan,“ kata Nuning, seperti dikutip Itb.ac.id.*
Komentar tentang post