Darilaut – Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Prof. Petteri Taalas, mengatakan, gelombang panas memperburuk kualitas udara, yang berdampak buruk pada kesehatan manusia, ekosistem, pertanian, bahkan kehidupan kita sehari-hari.
“Perubahan iklim dan kualitas udara tidak dapat ditangani secara terpisah. Hal-hal tersebut berjalan beriringan dan harus diatasi bersama-sama untuk memutus lingkaran setan ini,” ujar Prof. Taalas, dalam siaran WMO yang diterbitkan Rabu (6/9).
Perubahan iklim meningkatkan intensitas dan frekuensi gelombang panas. Laporan terbaru WMO menjelaskan bahwa panas ekstrem, ditambah dengan kebakaran hutan dan debu gurun, berdampak terhadap kualitas udara, kesehatan manusia, dan lingkungan.
Buletin Kualitas Udara dan Iklim WMO 2023 — seri ketiga tahunan– menyoroti gelombang panas. Hal ini untuk menarik perhatian bahwa bukan hanya suhu tinggi yang berbahaya, namun juga dampak polusi yang masih sering diabaikan.
“Buletin Kualitas Udara dan Iklim ini berkaitan dengan tahun 2022. Apa yang kita saksikan pada tahun 2023 bahkan lebih ekstrim lagi,” kata Prof. Taalas.
“Bulan Juli merupakan bulan terpanas yang pernah tercatat, dengan panas terik di banyak wilayah belahan bumi utara dan hal ini berlanjut hingga Agustus.”
Komentar tentang post