Darilaut – Guru Besar Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian – Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Lambok M. Hutasoit, PhD, mengatakan, secara umum kebutuhan air di Indonesia sebanyak 60 persen diambil dari air tanah. Sisanya diambil dari air permukaan.
Seperti di daerah Bandung, jika dilihat dari peta geologinya, terbagi pada beberapa formasi akuifer (lapisan air) utama. Misalnya, formasi Cibereum.
Dilansir Itb.ac.id, Rabu (24/6), menurut Lambok, pada daerah Cisarua juga terdapat banyak akuifer, sedangkan pada daerah Kosambi berperan sebagai akuitar tetapi juga bisa menjadi akuifer dalam jumlah yang sedikit.
Prof Lambok berperan dalam penelitian penurunan air tanah di daerah Bandung bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dalam penelitian tersebut, dilakukan simulasi menggunakan numerik sistem grid dengan membuat beberapa skenario pengambilan air tanah pada 2013.
Sementara itu, mengenai kemungkinan terjadinya air payau di suatu daerah, menurut Lambok, jangan terlalu cepat mengatakan air asin itu air laut. Pikirkan dahulu, bisa jadi itu ada mekanisme lain.
Sebagai contoh, air payau yang terdapat di daerah Gedebage, satu kecamatan di Kota Bandung.
Menurut Lambok, berdasarkan pengeboran yang dilakukan pada kedalaman 200 meter, terdapat kandungan klorin (Cl) sebesar 1163 mg/L yang mengindikasikan air payau. Dari data tersebut kemudian menghasilkan hipotesis terbentuknya air payau di daerah Bandung karena air geothermal yang berasal dari Wayang Windu mengalir ke Gedebage.
Komentar tentang post