Sebab, “kitab Me’eraji adalah karya luar biasa yang bisa setara dengan kitab-kitab klasik terkenal lainnya,” kata Prof. Eduart.
Direktur Pusat Inovasi UNG Funco Tanipu, mengatakan, Me’eraji merupakan karya ulama besar yang mesti bisa diwariskan secara turun temurun hingga ke generasi masa depan.
Menurut Funco, ada banyak hal yang disesuaikan didalamnya, dimulai dari pengumpulan teks Me’eraji dari lima wilayah adat dengan memperhatikan tendensi gaya penulisan dimasing-masing wilayah adat, penulisan kembali aksara pegon dan Latin.
Selanjutnya, melakukan beberapa kali Focus Group Discussion (FGD) dengan seluruh pihak terkait, hingga sampai pada penerbitan sebagai bentuk akhir dari runtut proses pelaksanaannya.
Penerbitan kitab Me’eraji yang dilakukan oleh UNG agar kitab ini, ”lebih mudah dibaca dan di akses oleh semua kalangan,” ujar Funco.
Selama ini, kata Funco, kitab Me’eraji hanya bisa dibaca serta dilantunkan oleh kalangan tertentu saja.
Dalam edisi terbaru, sebagai ihktiar keilmuan oleh UNG, sentuhan yang dilakukan di antaranya penyatuan lima teks (kitab) yang berbeda sesuai dengan lima wilayah adat yang berlaku.
Teks tersebut, yaitu Hulontalo, Limutu, Suwawa, Tapa Bolango, dan Atinggola dengan pendampingan para ahli dibidangnya, serta pembagian lebih detail dalam struktur penulisan bab hikayat dan juga dilengkapi dengan terjemahan bahasa Indonesia.