Darilaut – Ikan Sidat termasuk salah satu komoditas yang sangat potensial bagi Indonesia karena menjadi sumber devisa.
Selain itu, ikan ini sebagai penunjang perekonomian masyarakat dan menjadi sumber daya keanekaragaman hayati yang perlu perhatian khusus.
Karena itu, keberhasilan migrasi ikan sidat sangat penting. Apalagi saat ini ketersediaan data dan informasi terkait terganggunya jalur migrasi sidat tropis di Indonesia masih sangat terbatas.
Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Triyanto, mengatakan, halangan pada jalur migrasi ikan perlu mendapat perhatian dari seluruh elemen masyarakat, karena kelangsungan hidup ikan migrasi menjadi tanggung jawab bersama.
Menyambut Hari Migrasi Ikan Sedunia, akhir Mei lalu, Masyarakat Limnologi Indonesia (MLI) menggelar sarasehan, salah satunya membahas jalur migrasi ikan sidat.
Ikan sidat (Anguilla sp) masuk dalam famili Anguillidae, yang memiliki kekhasan atau karakteristik dalam hidupnya. Kekhasan ini disebut dengan istilah Katadromus dan Anadromus.
Katadromus yaitu ikan yang hidup di perairan tawar (sungai/ danau), kemudian bermigrasi ke laut, seperti di Teluk Tomini untuk melakukan pemijahan.
Setelah itu, ikan sidat ini kembali lagi ke perairan tawar untuk melanjutkan siklus hidupnya.
Seperti kehidupan ikan sidat yang hidup di perairan danau dan sungai Poso di Sulawesi Tengah. Perairan ini sudah lama diketahui sebagai daerah penangkapan ikan sidat.
Namun, belakangan ini, penangkapan ikan sidat di perairan Indonesia mengalami overfishing atau terindikasi tangkapan yang berlebihan.
Overfishing terjadi ketika suatu jenis ikan diambil lebih cepat, dibanding dengan pembiakan stok spesies tersebut untuk menghasilkan penggantinya.
Karena laju eksploitasi spesies ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencadangkan 10 lokasi sebagai kawasan daerah pelarangan penangkapan ikan sidat.
Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan upaya perlindungan perikanan sidat yang berkelanjutan.
Lokasi tersebut berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Parigi Moutong, dan Kabupaten Poso.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP, Ridwan Mulyana, mengatakan, adanya daerah larangan penangkapan ikan sidat dapat meningkatkan peluang migrasi ikan sidat dalam melanjutkan siklus reproduksinya secara alami.
Menurut Ridwan pelarangan penangkapan ikan sidat di lokasi itu dalam segala stadia dan sepanjang waktu pada area/ kawasan tertentu yang telah disepakati.
Ridwan mengatakan hasil riset laju eksploitasi sidat di Indonesia terindikasi lebih tangkap di Sungai Cimandiri di Jawa Barat, Sungai Malunda di Sulawesi Barat, serta Sungai Lasolo dan Sungai Lalindu di Sulawesi Tenggara.
Di Indonesia, sidat merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki nilai histori yang cukup penting.
Sedikitnya 18 jenis ikan sidat yang telah teridentifikasi di dunia. Dari 18 jenis tersebut, ada 7 jenis di perairan Indonesia, termasuk 5 yang tersebar di Sulawesi.
Secara fisik ada 2 spesies ikan sidat bersirip dorsal pendek yaitu Anguilla bicolor dan Anguilla bicolor pacifica. Sementara 5 spesies sidat dorsal panjang masing-masing: Anguilla borneensis, Anguilla marmorata, Anguilla celebensensis, Anguilla megastoma dan Anguilla interioris.
Komentar tentang post