Darilaut – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Dwikorita Karnawati mengatakan tantangan Indonesia tidak hanya tsunami yang diakibatkan fenomena tektonik atau kegempaan. Namun juga tsunami non tektonik yang dipicu longsoran lereng gunung ke laut atau longsor lereng pantai.
Karena itu, BMKG menyambut positif kehadiran InaCBT (Cable Based Tsunameter) yang diinisiasi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang berada dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kehadiran teknologi tersebut akan memperkuat sistem peringatan dini tsunami Indonesia atau InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System).
Menurut Dwikorita, InaTEWS harus diperkuat karena sejak tahun 2013 terjadi tren peningkatan aktivitas gempabumi di Indonesia baik dalam jumlah maupun kekuatan.
Berdasarkan catatan BMKG, Tahun 2013 setidaknya terjadi gempabumi 4234 kali, dan kejadian gempa secara berturut-turut meningkat menjadi 4434 kali pada Tahun 2014, 5299 kali pada Tahun 2015, 5464 kali pada Tahun 2016, dan 7169 kali pada Tahun 2017.
Akan tetapi aktivitas gempabumi melompat menjadi 11.920 kali pada tahun 2018, dan pada Tahun 2019 kejadian gempabumi masih diatas 11.000 yaitu 11.588 kali.
Meski di tahun 2020 kejadian gempabumi menurun menjadi 8258 kali, namun jumlah tersebut masih diatas rata-rata kejadian gempabumi tahunan di Indonesia.
Komentar tentang post