Darilaut – Kendati dikenal sebagai negara agraris, untuk memasok kebutuhan pangan di dalam negeri saja, Indonesia masih harus mengimpor beras.
Jika berbagai permasalahan di sektor pertanian dibiarkan, maka keadaan petani dan dunia pertanian, akan menjadi sebuah anomali dari sebuah bangsa yang mengidentikkan dirinya sebagai bangsa agraris.
“Kalau kita melupakan mereka, melupakan sebuah proses menjadi Desa Tani yang sejahtera. Berarti, kita sedang memposisikan anomali bangsa ini,” kata Alie Humaedi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam diskusi “Desa Tani: Anomali Sebuah Bangsa Agraris” Jumat (17/3).
Kondisi ini masih diperparah dengan banyaknya penduduk desa yang berurbanisasi, atau memilih pergi menjadi pekerja migran ketimbang menjadi petani di daerah asalnya.
“Ibarat lumbung penuh pangan dibiarkan tanpa kemauan dan itikat baik penduduknya,” kata Alie.
Menurut Alie, anomali perubahan sosial ini tidak terlepas dari kondisi kehidupan petani di pedesaan.
“Jangankan untuk sejahtera, untuk membiayai kebutuhan hidupnya saja harus menjual sawah tempat mata pencahariannya,” katanya.
Alie mengatakan terdapat tiga masalah yang dihadapi dalam pertanian. Pertama, masalah lahan yang semakin terbatas dengan banyaknya alih fungsi lahan pertanian. Alih fungsi lahan dan kebijakan pemanfaatan tanah, serta keterbatasan akses banyak dijumpai di daerah pertanian.
Komentar tentang post