Nusa Dua – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan mengatakan, jika membicarakan kerentanan dalam menghadapai perubahan iklim, Indonesia bisa dikatakan sebagai laboratorium bencana alam.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun lalu, mencatat ada 1589 bencana alam di seluruh Indonesia. Sejak Juli 2018, tercatat 289 kebakaran, kekeringan, angin puyuh, banjir, gempa bumi dan letusan dalam satu bulan.
Menurut Luhut, perubahan iklim mempercepat laju bencana alam. Mungkin saja jumlah dan biaya dari peristiwa ini meningkat.
“Kami berharapa negara-negara pulau dan negara kepulauan bisa duduk bersama-sama dan mencari solusi yang disesuaikan dengan tantangan negara-negara kita yang unik ini,” kata Menko Luhut, saat mengadakan pertemuan dengan para pemimpin dan perwakilan dari negara-negara peserta Forum AIS (Archipelagic and Island) States di sela-sela acara Our Ocean Conference di Bali, Senin (29/10).
Pertemuan ini dihadiri utusan dari 14 negara peserta. Antara lain Presiden Palau Tommy Remengesau, Menteri Perikanan Fiji Semmy Korollavesau, Sekjen Kementerian Luar Negeri Federasi Micronesia, Menteri Ekonomi Kelautan Mauritius Premdut Koonjoo, serta utusan dari Selandia Baru, Bahrain, Timor Leste, Singapura, Irlandia dan lain-lain.
Ini bisa menjadi tempat untuk menghasilkan ide-ide baru, dikumpulkannya sumber daya bersama, dan mempertemukan persamaan.
Direktur UNDP (United Nations Development Program) Indonesia Christophe Bahuet mengatakan, inisiatif ini penting dan cukup mendesak karena ekonomi kelautan adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Dampaknya terlihat pada negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia, terlepas dari ukuran, lokasi atau pembangunan.
Menurut Bahuet, suhu perubahan dari Arus Teluk di Atlantik memiliki penyebab yang sama dengan naiknya permukaan laut yang mempengaruhi negara-negara pulau di Pasifik. Semua negara bagian di negara ini berperan dalam perdagangan ikan global senilai 153,5 miliar USD.
Industri tersebut dan industri kelautan lainnya, akan menghadapi banyak tekanan. “Kita semua harus bertindak cepat dan tanggap,” ujar Bahuet.
Bahuet mengatakan Forum AIS adalah kesempatan bagi semua pihak untuk memanfaatkan alat-alat inovatif dalam pembiayaan pembangunan. UNDP Indonesia berkomitmen untuk menemukan cara-cara baru untuk menutup kesenjangan pembiayaan pembangunan.*
Komentar tentang post