BODI kapal perikanan itu, sepintas terlihat sama. Ukuran dan panjang kapal ikan di atas (>) 30 Gros Ton (GT) tak ada bedanya dengan yang lain.
Bila dicermati lebih jauh, ada yang beda. Bagian fisik tertentu, seperti di pinggiran geladak kapal tidak sama. Ukuran pinggiran geladak ini, lebih rendah, dibandingkan dengan kapal ikan lainnya yang memiliki panjang dan lebar yang sama.
Ini yang disebut markdown. Ciri modus kapal perikanan yang melakukan markdown ini ukuran tidak sesuai dengan kondisi fisiknya.
Selain itu, adapula ukuran kapal dalam dokumen perizinan lebih kecil dari ukuran yang sebenarnya.
Modus markdown kapal perikanan seperti ini merugikan negara. Kebocoran pendapatan negara dengan melakukan manipulasi ukuran kapal masih terus terjadi di sektor perikanan.
Kebocoran pendapatan negara di sektor perikanan yang saat ini dihadapi, selain Illegal Unreported Unregulated (IUU) Fishing (penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan menyalahi aturan), terdapat pula modus markdown kapal perikanan.
Modus kapal perikanan yang tadinya >30 GT, kemudian beralih menjadi <30 GT antara lain, untuk mendapatkan kemudahan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Kemudian, penyelewengan jumlah pajak, data hasil tangkapan ikan yang bias dan mengancam tata kelola perikanan.
Praktik markdown, dengan modifikasi menjadi <30 GT ini ada yang langsung saja diproses di daerah, tanpa pemberitahuan sebelumnya ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Padahal, kapal perikanan ini seharusnya melaporkan terlebih dahulu statusnya.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), M Zulficar Mochtar mengatakan, bagi semua pemilik kapal yang belum memperpanjang izin, wajib melaporkan posisi kapal dan statusnya. Pemilik kapal yang izinnya expired selama >2 tahun akan dilakukan pengurangan alokasi izin sampai pencabutan SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan).
Seluruh kapal perikanan yang perizinannya sudah berakhir harus melakukan cek fisik ulang sesuai peraturan yang berlaku.*
Komentar tentang post