PEMERINTAH Indonesia, Food and Agriculture Organization (FAO), serta negara peserta Workshop on the Best Practices to Prevent and Reduce Abandoned Lost or Otherwise Discarded Fishing Gear (ALDFG) telah menghasilkan 12 poin rekomendasi, di Bali, Kamis (11/7).
Rekomendasi ALDFG yang disebut juga ‘ghost gear’ atau jaring hantu dimasukkan dalam rencana aksi implementasi FAO voluntarily guideline on ALDFG (Petunjuk Penanganan ALDFH Sukarela FAO).
Rekomendasi tersebut, meminta negara anggota FAO untuk memasukkan ALDFG dalam mekanisme pendanaan dan proyek-proyek yang berkaitan dengan perbaikan degradasi lingkungan yang berskala global maupun regional.
Meminta lembaga-lembaga internasional dan regional seperti FAO, IMO, UNDP, UNEP, SEAFDEC, COBSEA, BOBP-IGO, APFIC, IOTC, PEMSEA, ASEAN dan GGGI untuk berkolaborasi dan mendukung beragam inisiatif untuk menangani ALDFG di kawasan.
FAO diminta untuk terus berkolaborasi dengan Global Ghost Gear Initiative (GGGI) dan lembaga lainnya. Kolaborasi ini untuk memfasilitasi implementasi Rujukan Sukarela FAO untuk Penandaan Alat Tangkap Perikanan (VGMFG) dan Best Practice Framework (BPF) GGGI di tingkat regional dan nasional termasuk penyusunan payung program ALDFG.
Rekomendasi lainnya, menyarankan kepada pemerintah dan swasta untuk mengatur pemanfaatan jaring dengan baik. Hal tersebut termasuk penarikan kembali jaring yang telah dipakai, pemanfaatan kembali serta daur ulang ALDFG dengan menggunakan mekanisme insentif yang sesuai.
Sebaliknya, pemerintah maupun sektor industri diminta untuk menghilangkan insentif yang justru meningkatkan resiko ALDFG dan upaya-upaya untuk mengatasi masalah terkait ALDFG.
Dari sisi teknis, institusi-institusi regional maupun nasional, LSM, asosiasi ataupun pemerintah di daerah diminta untuk memfasilitasi penggunaan VGMFG dan petunjuk praktis kerangka kerja manajemen alat tangkap dengan cara menerjemahkan dan menyesuaikan petunjuk penandaan alat tangkap. Lalu, untuk meningkatkan kepedulian para stakeholder perikanan pemerintahpun diminta untuk mengembangkan materi-materi pelatihan bagi trainer.
Selanjutnya, FAO diminta untuk segera melengkapi Annex B VGMFG dengan petunjuk teknis mengenai bagaimana menandai alat tangkap yang berbeda-beda.
Untuk negara berkembang, FAO dan organisasi terkait disarankan untuk melakukan pendampingan dalam pengembangan alat penanda yang murah, efektif dan ramah lingkungan yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas perikanan di laut.
Masih terkait dengan hal ini, FAO, pemerintah dan lembaga terkait disarankan untuk melakukan pelatihan peningkatan kapasitas, memfasilitasi transfer teknologi, serta melaksanakan proyek-proyek untuk mengaplikasikan petunjuk VGMVG FAO.
Karena ALDFG juga melibatkan nelayan kecil, dalam rekomendasi Bali, pemerintah, NGO dan industri diminta untuk melibatkan nelayan, komunitas nelayan dan pemangku kepentingan untuk menerapkan insentif, serta teknologi dengan harga terjangkau. Hal ini untuk mengurangi, menggunakan kembali, menarik atau mendaur ulang ALDFG serta mengembangkan program daur ulang jaring ikan.
Pemerintah dan FAO diminta untuk mendukung riset-riset terkait ALDFG dan memonitor pelaksanaannya.
Rekomendasi terakhir, pemerintah dan organisasi regional diminta mengembangkan standar pelaporan ALDFG. Lembaga International Maritime Oganization (IMO) disarankan untuk mengimplementasikan upaya-upaya penanganan ALDFG yang relevan dengan agenda rencana aksi IMO untuk penanganan sampah plastik di laut, bekerja sama dengan organisasi dan negara-negara anggota IMO.*
Komentar tentang post