Darilaut – Hoaks atau kabar bohong dapat diproduksi jurnalis dan media, apabila tidak mematuhi kode etik dan elemen jurnalisme.
Hoaks, disinformasi dan misinformasi selama ini bertebaran di media sosial dan acapkali disebarkan oleh orang awam, tidak sengaja, tidak tahu, atau pun loyalis maupun kelompok yang disebut buzzer.
Namun, sejumlah hoaks belakangan juga diproduksi, dipublikasi, dan direduplikasi oleh jurnalis. Penyebabnya karena adanya pelanggaran atau ketidaktaatan jurnalis terhadap kode etik dan kepatuhan pada elemen peran jurnalisme.
Padahal, tugas dasar jurnalis sebenarnya adalah kerja memeriksa fakta. Kenyataan ini tentu saja memprihatinkan karena dapat menurunkan kepercayaan publik kepada media.
Hal ini mengemuka dalam diskusi bulanan seri kedua yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang tergabung dalam koalisi cek fakta. Kegiatan tersebut berlangsung pada Rabu 27 September 2023.
Diskusi secara daring ini menghadirkan FX LIlik Dwi Mardjianto, kandidat doktor dari Universitas Canberra, Australia yang juga peneliti media Universitas Multimedia Nusantara Banten, Uni Lubis, Pemimpin Redaksi IDNTimes, Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo.