Darilaut – Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Institut Teknologi Bandung melakukukan kajian bahaya tsunami dari aktivitas letusan gunungapi di tengah laut.
Kajian dalam bentuk Webinar ini mengangkat judul Tsunamic Hazard on the Island Volcanoes, akhir Oktober lalu. Seminar ini menghadirkan nara sumber dari University of Birmingham Inggris Dr Sebastian Watt.
Menurut Sebastian, peristiwa tsunami di Tanjung Lesung Banten akhir 2018 lalu merupakan salah satu bencana yang disebabkan oleh aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda. Gunung Anak Krakatau merupakan salah satu island volcano yang ada di Indonesia.
Letusan Gunung Anak Krakatau tidak secara langsung menyebabkan tsunami, melainkan letusan tersebut menyebabkan pasang tinggi dan longsor bawah laut, pada akhirnya menyebabkan terjadinya tsunami.
Menurut Sebastian peristiwa tsunami yang disebabkan oleh aktivitas gunung berapi tengah laut sudah terjadi sejak dulu. Salah satunya di Pulau Ritter, Papua Nugini pada 1888.
Akibat aktivitas gunung berapi di pulau tersebut menyebabkan terjadinya longsor bawah laut dan memicu timbulnya tsunami setinggi 8 meter.
Pada abad sebelumnya, kata Sebastian, terjadi bencana yang serupa di Jepang pada 1792. Letusan Gunung Unzen menyebabkan terjadinya longsoran dan memicu timbulnya tsunami dengan ketinggian lebih dari 10 meter, setidaknya lebih dari 15.000 orang tewas dan peristiwa tersebut menjadi bencana gunung api terburuk yang terjadi di Jepang.
Berdasarkan penelitian Auker dkk. (2013), menurut Sebastian, tsunami menjadi salah satu bahaya (hazard) akibat bencana gunung berapi yang menyebabkan 20 persen terjadinya insiden fatal (fatal incident).
Terdapat beberapa proses yang menyebabkan terjadinya tsunami akibat aktivitas gunung berapi di tengah laut yaitu, underwater explosion akibat letusan gunung berapi di bawah laut. Kemudian, blast akibat letusan gunung berapi di atas laut.
Selanjutnya, pyroclastic flows akibat aliran piroklastik (hasil letusan gunung berapi berupa gas vulkanik, abu vulkanik, dan batuan vulkanik) yang berpenetrasi ke lautan.
Selain itu, caldera collapse akibat runtuhnya kaldera (kawah di atas gunung berapi) dan subaerial failure akibat terjadinya longsor di atas laut, serta submarine failure akibat terjadinya longsor di bawah laut.
Sebastian mengatakan, tsunami yang disebabkan oleh gunung berapi merupakan salah satu bahaya yang memberikan tantangan untuk diprediksi dan dilakukan mitigasi.
“Saat ini, teknik pemantauan yang ada baru bisa membantu untuk memprediksi terjadinya erupsi tetapi sulit untuk memprediksi tipe letusan dan kekuatannya. Selain itu, peristiwa letusan Anak Krakatau dan Ritter menjadi kunci sejarah untuk mengembangkan pengetahuan mengenai letusan lateral yang memicu timbulnya tsunami dan kajian studi untuk menguji dan mengembangkan model tsunami,” ujar Sebastian, seperti dikutip dari Itb.ac.id, Senin (9/11).
Kegiatan ini dipandu Dosen Teknik Geologi ITB Dr Mirzam Abdurrahman dan dihadiri peserta dari program studi Geologi ITB dan non-Geologi.
Komentar tentang post