Berdasarkan penelitian Auker dkk. (2013), menurut Sebastian, tsunami menjadi salah satu bahaya (hazard) akibat bencana gunung berapi yang menyebabkan 20 persen terjadinya insiden fatal (fatal incident).
Terdapat beberapa proses yang menyebabkan terjadinya tsunami akibat aktivitas gunung berapi di tengah laut yaitu, underwater explosion akibat letusan gunung berapi di bawah laut. Kemudian, blast akibat letusan gunung berapi di atas laut.
Selanjutnya, pyroclastic flows akibat aliran piroklastik (hasil letusan gunung berapi berupa gas vulkanik, abu vulkanik, dan batuan vulkanik) yang berpenetrasi ke lautan.
Selain itu, caldera collapse akibat runtuhnya kaldera (kawah di atas gunung berapi) dan subaerial failure akibat terjadinya longsor di atas laut, serta submarine failure akibat terjadinya longsor di bawah laut.
Sebastian mengatakan, tsunami yang disebabkan oleh gunung berapi merupakan salah satu bahaya yang memberikan tantangan untuk diprediksi dan dilakukan mitigasi.
“Saat ini, teknik pemantauan yang ada baru bisa membantu untuk memprediksi terjadinya erupsi tetapi sulit untuk memprediksi tipe letusan dan kekuatannya. Selain itu, peristiwa letusan Anak Krakatau dan Ritter menjadi kunci sejarah untuk mengembangkan pengetahuan mengenai letusan lateral yang memicu timbulnya tsunami dan kajian studi untuk menguji dan mengembangkan model tsunami,” ujar Sebastian, seperti dikutip dari Itb.ac.id, Senin (9/11).
Komentar tentang post