“Kemudian Peta Habitat Suitability Index (HIS) juga menampilkan bahwa fluktuasi tersebut bervariasi menurut musim, terutama yang diakibatkan dari perubahan bulanan dalam lingkungan laut, di mana kondisinya sama dengan penelitian sebelumnya,” ujar Emiyati.
Emiyati menjelaskan jika tumpang tindih kawasan kesesuaian habitat berpotensi tinggi untuk dua spesies. Faktor lingkungan dan ekologi menyebabkan tumpang tindih habitat spesies tuna yang berbeda selama beberapa bulan.
Selain itu, pergeseran musim menyebabkan perubahan Sea Surface Temperature (SST), Sea Surface Height (SSH), dan kondisi oseanografi lainnya, yang menyebabkan beragam habitat yang menarik banyak spesies tuna.
“Tuna bermigrasi tinggi dan lebih menyukai kondisi tertentu serta ketersediaan mangsa, yang dapat menyebabkan tumpang tindih habitat ketika jalur mereka bertemu pada bulan-bulan tertentu,” kata Emiyati.
Tumpang tindih ini dapat menyebabkan persaingan dalam mendapatkan sumber daya mencari makan. Sehingga, memengaruhi dinamika populasi tuna dan hubungan ekologis dalam ekosistem laut.
“Daerah di mana beberapa spesies tuna mempunyai faktor oseanografi yang serupa juga menunjukkan potensi interaksi antara spesies tuna,” ujarnya.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang mengembangkan model spasial untuk mengetahui distribusi ikan yang baik dan akurat, terutama untuk empat komersial tuna.