Dinoto mengatakan tantangan akuakultur ikan sidat adalah potensi terbawanya patogen melalui bibit ikan sidat dan pakan alami (Tubifex sp.) sehingga mencemari keseluruhan sistem akuakultur.
Perubahan kualitas air berdampak pada penurunan produktivitas, penurunan kualitas komoditas daging ikan sidat, bahkan pemicu kejadian kematian masal.
Tak hanya itu, fenomena bau lumpur (muddy odors) pada daging ikan sidat terkadang dijumpai dan berdampak pada penurunan kualitas komoditas dan penerimaan konsumen akibat keberadaan mikroorganisme.
Menurut Dinoto penelitian sebelumnya menunjukkan mikroorganisme baik dijumpai pada ikan sidat dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan penghilang amonia, nitrit, dan nitrat yang sangat berguna untuk mengatasi sisa pakan dan kotoran. Mikroorganisme tersebut didapatkan dari ekosistem berbeda dengan akuakultur ikan sidat.
Penggunaan mikroorganisme lokal terjamin kualitasnya sangat strategis mengurangi ketergantungan produk luar. Hal ini akan mendapatkan sumber pakan suplemen baru, terciptanya ekosistem akuakultur sehat hemat air dan kestabilan kualitas komoditas ikan Sidat.
Pada Kamis (13/4) Pusat Riset Mikrobiologi Terapan BRIN telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama tentang Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Sumber Daya Mikroorganisme Lokal untuk Akuakultur Ikan Sidat (Anguilla spp.) di Cibinong. Dengan penandatanganan ini diharapkan dapat membuka peluang kerja sama lain untuk riset interdisiplin dengan pusat riset BRIN lainnya.
Komentar tentang post