Jakarta – Klaim China dengan melakukan pengawalan kapal nelayan Negeri Tirai Bambu di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di wilayah Laut Natuna Utara mendapat respon berbagai kalangan. Salah satunya dari Ahli Kelautan Dr Ing Widodo S Pranowo.
Menurut Widodo, untuk memperkuat pertahanan dan keamanan maritim perlu ditambah lagi 1 armada di Natuna.
“Jadi, sangat tepat bila ditambah 1 armada lagi di Natuna sebagai armada ke-4,” kata Widodo, Minggu (5/1).
Saat ini, sudah ada 3 armada. Komando Armada RI Wilayah Barat (Koarmabar) berubah menjadi Koarmada-I. Komando Armada RI Wilayah Timur (Koarmatim) menjadi Koarmada-II. Selanjutnya, Penambahan Komando Armada III TNI Angkatan Laut di Sorong, Papua Barat
Widodo mangatakan, kalau ibukota negara jadi dipindah, maka bisa tambah 1 armada lagi. Apakah kemudian di Jakarta menjadi armada ke-5, lalu armada ke-1 ikut pindah ke Kalimantan Timur.
“Hal ini menjadi sangat penting dibutuhkan sebagai negara yang benar-benar maritim,” ujar Widodo yang juga Kepala Laboratorium Data Laut & Pesisir Pusat Riset Kelautan Badan Riset dan SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Mengenai klaim China bahwa Natuna masih satu kesatuan dengan Spratly. “Klaim tersebut mengada-ada karena secara penampakan geomorfologi batimetri saja, sudah beda setting-nya,” kata Widodo.

Widodo yang juga pengajar di Program Studi Hidrografi Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL), bersama para siswa perwira TNI-AL, sudah beberapa kali melakukan penelitian dan hasilnya telah ditulis di beberapa jurnal mengenai Laut Natuna Utara.
“Sebenarnya bila berdasarkan paper kami, maka di spratly itu di-puterin sebuah arus yang bernama Natuna Off-shelf Current. Jadi ada kata kunci “Natuna”, yang jelas kata tersebut adalah milik Indonesia. Indonesia harus berani declare-kan penyebutan North Natuna Sea di dunia internasional agar segera mendapatkan pengakuan atas nama tersebut,” kata Widodo.
Menurut Widodo, klaim Laut Natuna Utara oleh China ini kemungkinan karena China ingin menguasai Samudera Hindia. Karena jalan tercepat melewati laut Natuna, Selat Singapaura dan Selat Malaka.
“Analisis saya, China ingin menguasai Samudera Hindia. Jalan satu-satunya yang tercepat adalah melewati laut Natuna, Selat Singapura lalu Selat Malaka. Jika laut Natuna bisa dikuasai, maka tinggal sedikit lagi mereka bisa punya akses ke Samudera Hindia,” ujar Widodo.
Laut Natuna adalah salah satu wilayah luar strategis ekonomi, yang terhubung ke jalur laut internasional kepulauan (ALKI I). Laut Natuna dan Laut Natuna Utara memiliki letak geografis dan geopolitik yang sangat strategis, serta ada cadangan minyak bumi di sana.
Karena itu, keselamatan pelayaran dan keamanan maritim sangat penting di wilayah ini.*
Komentar tentang post