Darilaut – Untuk ketahanan pangan Indonesia memerlukan inovasi teknologi pertanian di tengah lahan dan sumber daya manusia (SDM) semakin berkurang.
Apalagi sejumlah komoditi, berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) masih bergantung pada impor. Seperti komoditas garam, gula, daging ruminansia, bawang putih, dan kedelai.
Anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Marsudi Wahyu Kisworo, mengatakan, ketika minat masyarakat untuk menjadi petani semakin berkurang, kita tidak bisa lagi bicara padat karya, namun harus menggunakan teknologi.
Solusi untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan inovasi teknologi alat pertanian yang menggunakan tenaga listrik dan memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Misalnya, melakukan inovasi teknologi dengan genetic engineering. Melalui inovasi ini bibit dimodifikasi, sehingga produktivitasnya meningkat.
Sebagai contoh, kata Marsudi, produksi tebu, rata-rata satu hektar hanya menghasilkan 60 hingga 70 ton tebu per hektar. Di India atau Brazil, bisa 140 ton tebu per hektar. Jadi dua kali lipat, sehingga diperlukan genetic engineering.
Tidak kalah pentingnya, pada tahap transportasi bahan baku yang membutuhkan teknologi pascapanen.
“Indonesia adalah negara dengan food loss atau pangan yang rusak cukup tinggi, mencapai 30 persen,” kata Marsudi, Sabtu (25/3).
Komentar tentang post