AREAL yang makin terbatas dan kualitas perairan sebagai tantangan pengembangan budidaya mutiara di Indonesia. Selain itu, budidaya ini rentan dengan masalah karena modal investasi yang tinggi.
Ahli kerang mutiara dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Noldy Gustaf F Mamangkey MSc PhD mengatakan, masalah utama budidaya mutiara ada pada produk yang hanya lima persen dengan kualitas terbaik. Belum lagi induk dan donor terbatas, penyakit, serta mortalitas tinggi.
Untuk menjawah penurunan ketersediaan induk kerang mutiara spesies Pinctada maxima, di beberapa perairan di Indonesia telah dilakukan restoking.
Banyak perusahaan pembenih mutiara mengalami kesulitan mendapatkan sumber induk di alam. Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi keberlanjutan bisnis mutiara di Indonesia.
Menurut Gustaf, restoking dengan cara lepas liar dari hatchery untuk mendapatkan induk dari alam, tidak akan menjawab kelangkaan kerang berkualitas. Introduksi bibit dari hatchery dalam mengatasi kelangkaan induk alam kurang tepat, karena gen tidak akan berdusta.
Eksploitasi secara terus-menerus menyebabkan ketersediaan induk kerang mutiara di perairan Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Seperti pada spesies Pinctada maxima. Akibatnya, terjadi overfishing.
Saat ini, sumberdaya kerang yang berkualitas makin terbatas. Apalagi, “kutukan” hukum Mendel berlaku dalam budidaya mutiara.
“Kutukan” hukum Mendel ini dapat terjadi bila gen yang baik di alam bertemu dengan hasil hatchery. Gregor Johann Mendel (1822–1884) berjasa besar dalam memperkenalkan ilmu pengetahuan tentang pewarisan sifat atau disebut genetika.
Induk yang baik, menurut Gustaf, berasal dari alam. Induk ini tumbuh dari alam. Sehingga induk yang baik, memiliki gen yang baik.*
Komentar tentang post