PIPA minyak bawah laut milik Pertamina di Teluk Balikpapan patah. Pipa bawah laut itu diperkirakan telah bergeser 100-an meter dari posisi semula. Pipa itu membentuk huruf “V”.
Perairan Teluk Balikpapan berubah karena adanya tumpahan minyak. Prof Jaswar Koto dari Ocean and Aerospace Research Institute dan M Putrawidjaja dari Komuniti Minyak dan Gas Indonesia, telah melakukan investigasi pascaperistiwa 31 Maret lalu.
Hasilnya telah diterbitkan dalam Journal of Subsea and Offshore -Science and Engineering, Vol. 14 June 30, 2018. Dengan judul,”Subsea Pipeline Damaged in Balikpapan Bay Caused by Anchor Load.”
Dalam jurnal ini disebutkan bahwa tumpahan minyak memengaruhi Teluk Balikpapan. Rekaman udara juga menunjukkan minyak telah menyebar di area yang luas.

Panjang pantai yang terkena dampak di Balikpapan dan Penajam Pasir Utara mencapai sekitar 60 kilometer. Ekosistem yang terkena dampak seperti tanaman mangrove di Kariangau dan Kampung Atas Air Margasari.
Di Kampung Atas Air Margasari, sejumlah warga juga mengalami gangguan kesehatan pascaterjadinya tumpahan minyak. Minyak bergumpal-gumpal masuk perkampungan.
Warga di Kampung Atas Air Margasari mengalami pusing-pusing karena mencium bau minyak yang menyengat dan masuk ke kolong-kolong rumah.
Tumpahan minyak di perairan Balikpapan, Kalimantan Timur, tercatat sebagai insiden lingkungan terburuk di Indonesia dalam satu dekade terakhir.
Akibat tumpahan minyak ini lima nelayan meninggal dunia karena kebakaran ditengah Teluk Balikpapan. Polusi menyebabkan biota laut musnah dengan dampak seluas lebih kurang 12,7 ribu hektar persegi.
Kepala Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Riyanto Basuki mengatakan, KKP menemukan sejumlah besar udang yang mati keracunan minyak, penangkapan teripang menjadi terganggu, alat tangkap ikan terlumuri minyak dan berkurangnya stok ikan di sekitar lokasi tumpahan minyak.*
Komentar tentang post