Peran Asosiasi untuk Kesejahteraan Nelayan di Jepang

DONNA OCTAVIANA (OKINAWA, JEPANG)

Proses lelang ikan di FCA Nago, Okinawa Jepang. Peserta lelang atau pembeli ikan hanya Middle Man yang mengenakan topi kuning. FOTO: DONNA OCTAVIANA

BERBEDA dengan Indonesia yang melakukan pelelangan ikan secara terbuka untuk umum. Di Okinawa, Jepang, lelang ikan dilakukan oleh Fisheries Cooperative Assosiation (FCA).

Asosiasi ini kebanyakan beranggotakan nelayan. Pengurus FCA dipilih oleh anggota. Peran FCA menampung hasil tangkapan ikan nelayan.

Seperti FCA Nago. Hasil tangkapan ikan, ditampung FCA. Kemudian, diberi nomor register. Petugas FCA memilah-milah ikan hasil tangkapan dan dibagi menjadi beberapa kelompok, berdasarkan jenis dan ukuran.

Ikan ini kemudian ditimbang dan diberi label sesuai dengan ukuran berat. Selanjutnya diberi nomor urut dan dimasukkan dalam wadah yang diberi es.

Petugas FCA mencatat nomor, berat, jenis dan harga ikan. Setelah itu, barulah lelang ikan dibuka. Tapi yang mengikuti lelang ini hanya perantara atau Middle Man/Reseller.

Lelang ikan ini tdk dibuka untuk semua masyarakat. Proses pelelangan dikoordinir petugas FCA. Sebagai tanda, petugas FCA ini menggunakan topi berwarna merah.

Peserta Middle Man mengenakan topi kuning. Mereka diberi nomor register yang ditempelkan pada topi.

Sebelum lelang dimulai, Middle Man mengecek dan mencatat satu persatu, ikan mana saja yang akan dilelangnya.

Dalam proses ini, terdapat satu petugas yang memimpin jalannya lelang. Satu orang mencatat nama pemenang dan langsung menempelkan pada ikan.

Dua petugas lagi mencatat melalui peralatan elektronik tablet yang terkoneksi dengan Dinas Perikanan Okinawa.

Jadi, seluruh hasil pelelangan tercatat dan terdata langsung di Dinas Perikanan.

Seperti umumnya lelang, yang mengkoordinir proses ini menawarkan harga awal. Selanjutnya, Middle Man menawarkan harga di tiap ikan yang ingin dibeli.

Ikan yang sudah ditetapkan pemiliknya, langsung diberi tanda oleh petugas FCA atau oleh Middle Man. Petugas FCA mencatat melalui tablet.

Proses lelang ini berlangsung cepat. Setelah selesai pelelangan, ikan tersebut langsung dibawa. Pembeli atau Middle Man tidak langsung membayar ikan tersebut.

Nanti setelah tiga hari, akan dibayar ke FCA. Begitupula di FCA, ikan para anggota ini baru dibayar tiga hari berikutnya. Praktis, nelayan baru menerima uang hasil tangkapan ikan, enam hari setelah lelang.

Berapa nilai yang diperoleh nelayan melalui proses ini? FCA membayar sesuai harga yang dibeli Middle Man.

Dari harga itu, nelayan memberikan sekian persen, sesuai dengan perjanjian. Tapi, umumnya, melalui lelang FCA ini tidak besar yang masuk ke kas FCA. Sebab, FCA bukan organisasi komersial.

Bagaimana dengan ikan yang tidak laku saat dilelang? FCA tetap membeli ikan tersebut dari nelayan dengan harga standar.

Ikan ini kemudian dijual FCA ke restoran terdekat. Jadi semua tangkapan nelayan tidak ada yang tidak terjual.

Dengan proses yang terorganisir seperti ini, nelayan di Jepang memiliki pendapatan besar dan tetap. Tidak ada kekhawatiran naik turun harga ikan.

Dengan proses ini, memang harga ikan menjadi mahal sampai ke tangan konsumen. Tetapi, karena kebutuhan pangan ikan sangat tinggi, harga yang mahal tidak menjadi masalah. Makan ikan sudah menjadi budaya dan kebiasaan bagi warga Jepang.

Di Okinawa terdapat 35 FCA. Untuk FCA Nago, khusus pelelangan ikan karang. Proses lelang produk ikan tuna, ada FCA Naha.

Setiap FCA memiliki fish landing, pasar ikan, rumah es, tempat pengisian minyak kapal, dan dermaga. FCA ini juga mempunyai usaha sendiri seperti aquaculture dan pengolahan ikan. Mereka juga memiliki Fish Agregating Devices (rumpon).

FCA mengambil peran dalam memberi masukan, misalnya untuk izin area budidaya. FCA juga mengambil peran dan kerjasama dengan pemerintah untuk pemberian izin nelayan dan lokasi rumpon.

Di Indonesia, FCA ini mirip dengan Gabungan Kelompok Perikanan. Cuma, bedanya, anggota tidak harus kelompok.

Lelang ikan seperti di Jepang juga sudah diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia. Namun, sistemnya berbeda dan tidak terorganisir seperti di Jepang. Nelayan masih banyak menjual langsung ke pengumpul dan pemasar ikan.

Sistem lelang di Jepang, barangkali kurang pas diterapkan di Indonesia. Karena Ikan di Indonesia sangat beragam dan berlimpah.

Jika harga ikan mahal, masyarakat akan lebih memilih ayam atau daging. Padahal, pemerintah sedang menggalakkan program Gemar Makan Ikan.

Tujuannya, mengajak masyarakat makan ikan tiap hari. Jadi ikan harus tersedia dengan harga yang terjangkau mayarakat.

Sebagai penyuluh perikanan, tentunya saya senang bila nelayan di Indonesia sejahtera dan memperoleh pendapatan tinggi dari hasil tangkapan ikannya.*

Donna Octaviana adalah Penyuluh Perikanan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Saat ini, berada Okinawa Jepang untuk mengikuti Training Sustainable Fisheries, program dari Japan International Cooperation Agency (JICA).

 

Exit mobile version