MINGGU ketiga September ini, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pertemuan dan pembahasan terkait dengan banyaknya kasus tumpahan minyak dan tabrakan terumbu karang di perairan laut Indonesia. Kegiatan ini berlangsung di Legian, Bali, pada 18-21 September.
Kasus tumpahan minyak ini, seperti terjadi di perbatasan Indonesia dan Singapura. Kapal MV Alyarmouk berbendera Libya ditabrak kapal MV Sinar Kapuas berbendera Singapura pada 2 Januari 2015 di perairan Singapura dekat Pedra Branca.
Tabrakan ini mengakibatkan tumpahan minyak hingga ke pesisir wilayah Batam dan Bintan. Masih banyak kasus tumpahan minyak yang terjadi dan belum ada penyelesaiannya.
Dalam menanggulangi pencemaran, negara anggota ASEAN dapat menahan kapal tanker jika terbukti melakukan pembuangan minyak secara illegal. Kapal ini dapat dituntut secara hukum.
Seperti di Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman melakukan koordinasi – terkait dengan penanggulangan bahaya pencemaran minyak tersebut. Dalam upaya permintaan pertanggungjawaban atas pencemaran minyak ini dapat mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 mengenai Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim.
Awak kapal tanker diwajibkan melakukan perekaman minyak yang diangkutnya (oil record book) baik dari mesin ataupun muatannya.
Pada kapal yang melaksanakan bongkar muat atau perbaikan, wajib membersihkan tangki minyak (tank cleaning). Sehingga perlu perlakuan tertentu untuk membersihkan tanki minyak di pelabuhan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 Tahun 2009 mengenai Pengelolaan Limbah di Pelabuhan.
Kapal yang membersihkan minyak harus menyediakan fasilitas untuk menerima limbah tersebut. Jika ini dilakukan di atas kapal, harus mendapatkan ijin dari Kementerian Perhubungan.
Selain itu, terdapat Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2006, Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut dan Surat Edaran Kemenkomar Kepada 6 (enam) menteri yakni Menteri Perhubungan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri ESDM, Kepala Bakamla dan Dirjen Bea dan Cukai.
Dalam menanggulangi pencemaran minyak, perlu dukungan data-data terutama Batimetri dan garis pantai dari TNI AL khususnya Pusat Hidro Oseanografi. Selain itu, perlu pembentukan legal standing dalam hal penuntutan dan permintaan pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang melakukan pencemaran.
Namun, dalam aspek keselamatan pelayaran di laut teritorial Indonesia, tidak serta merta bisa naik ke atas kapal (onboard) di kapal yang diduga sebagai pencemar. Berdasarkan kesepakatan internasional yang boleh naik kapal hanya petugas imigrasi, karantina dan Port State Control yang bertugas sebagai investigator keberadaan kapal berbendera asing.*
Komentar tentang post