Laporan Terbaru, Indonesia Penangkap Ikan Tuna Terbesar di Dunia

Gambar: The Pew Charitable Trusts/Poseidon Aquatic Resource Management Ltd. (2019)

Darilaut – Selama 7 tahun, dari 2012 hingga 2018, Indonesia tercatat sebagai negara penangkap ikan tuna terbesar di dunia. Disusul peringkat kedua Jepang dan Papua New Guinea di posisi ketiga.

Urutan selanjutnya Taiwan-China, Spanyol, Ekuador, Korea (Selatan), Amerika Serikat, Kiribati dan Filipina.

Indonesia Jepang berada di urutan pertama dan kedua tercatat yang terbesar hasil penangkapan berdasarkan jumlah ikan yang didaratkan dan dilaporkan tahun 2012 hingga 2018.

Pada 2018, Indonesia mendaratkan ikan tuna sebanyak 568.170 metrik ton, disusul Jepang 369.696 metrik ton.

Dibandingkan tahun 2012, sembilan negara tetap berada di antara 10 negara penangkap ikan teratas.

Meskipun di Meksiko pendaratan ikan tuna tetap konsisten, Kiribati mencatat peningkatan hasil pendaratan sebesar 152 persen. Kiribati kemudian menggantikan posisi Meksiko dalam daftar 10 teratas pada 2018.

Sementara Papua New Guinea sejak 2012 di posisi delapan menjadi peringkat ketiga, dengan jumlah pendaratan ikan naik sebesar 37 persen.

Spanyol dan Ekuador juga mengalami peningkatkan jumlah ikan yang didaratkan dan dilaporkan sebesar 12 persen dan 20 persen. Sebaliknya, Amerika Serikat dan Filipina mengalami penurunan pendaratan ikan tuna sebesar 18 persen dan 35 persen.

Berdasarkan laporan terbaru The Pew Charitable Trusts, dengan judul “Netting Billions 2020: A Global Tuna Valuation” pada 2018 kapal penangkap ikan komersial mendaratkan sekitar 5,2 juta metrik ton dari tujuh spesies ikan tuna. Perkiraan jumlah yang diterima nelayan sebesar $ 11,7 miliar.

Komoditi ini diperkirakan mengumpulkan nilai akhir sebesar $ 37,5 miliar. Namun, tangkapan yang lebih besar di tahun 2018 — naik 12 persen dari tahun 2012 tidak berarti pendapatan jauh lebih tinggi. Nilai akhir turun 2 persen dari tahun dasar.

Meskipun pendaratan tuna di seluruh dunia meningkat 12 persen dari tahun 2012 hingga 2018, pangsa global dan total pendaratan 10 besar negara penangkap tuna menurun.

Tren volume tangkapan dan pendapatan tidak selalu selaras. Harga yang dibayarkan kepada nelayan dan konsumen akhir pada tahun 2018 lebih rendah untuk hampir semua spesies dibandingkan pada tahun 2012.

Hasil ini juga menunjukkan bahwa tingkat tangkapan yang ideal, secara ekonomi, mungkin tidak setinggi hasil maksimum lestari (MSY, Maximum Sustainable Yield).

Perikanan tuna komersial mewakili bagian penting dari ekonomi biru, dengan tujuh spesies, masing-masing yellowfin, skipjack, bigeye, albacore, dan tuna sirip biru Atlantic, Pacific, southern.

Komoditi ikan tuna ini untuk kalengan atau disajikan sebagai sashimi berkualitas tinggi.

Tuna bukan hanya komoditas yang dicari, tetapi juga merupakan sumber protein penting di seluruh dunia. Tuna memainkan peran penting sebagai predator dan mangsa di perairan tropis dan subtropis, serta mendukung mata pencaharian banyak nelayan.

Permintaan yang tinggi untuk produk tuna, bagaimanapun, secara signifikan telah menguras beberapa populasi. Hal ini yang mendasari pengelolaan tuna secara berkelanjutan menjadi sangat penting.

Salah satu cara untuk mendukung pengelolaan populasi yang lebih baik adalah dengan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya tuna bagi ekonomi global dan ekosistem laut.

Pada tahun 2016, The Pew Charitable Trusts menerbitkan perkiraan pertama nilai global perikanan komersial yang menargetkan tujuh spesies tuna — dan nilai produk yang dihasilkan, seperti sashimi — berdasarkan data dari 2012 dan 2014.

Sekarang, bersama Poseidon Aquatic Resource Management Ltd., sebuah konsultan perikanan dan akuakultur independen yang berbasis di Inggris, Pew telah meningkatkan metodologi dan memperbarui valuasinya dengan menggunakan data komersial dari 2016 dan 2018.

Laporan terbaru ini memperkirakan bahwa nilai akhir dari perikanan komersial yang menargetkan tujuh spesies ini dengan total yang dibayarkan sebesar $ 40,8 miliar pada 2018.

Exit mobile version