Darilaut – Pusat Penelitian Oseaonografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kembali melakukan riset arus laut lintas Indonesia (Arlindo) atau Indonesia Throughflow. Pelayaran riset tersebut dilakukan secara selama 72 hari efektif dimulai dari 7 Januari.
Pelayaran riset dipimpin oleh peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Nugroho Dwi Hananto. Menurut Nugroho, waktu yang cukup lama ini dimanfaatkan dengan maksimal untuk mengambil data kelautan dan biodiversitas.
Berlayar di masa pandemi bukan menjadi hal yang mudah, ditambah dengan gelombang tinggi di Samudra Hindia dan Selat Makassar.
“Namun riset tetap dapat dijalankan. Ini membuktikan peneliti kelautan Indonesia mampu bersaing secara global, karena dalam pelayaran ini tidak hanya membutuhkan kepandaian, namun juga nyali yang kuat,” kata Nugroho.
Arlindo yang menjadi kanal penghubung perairan Indonesia Pasifik dan Samudra Hindia. Arlindo berperan penting dalam mengangkut panas global dan memengaruhi iklim dunia.
Riset ini melalui pelayaran Ekspedisi Indonesia Timur 2021 untuk menguak karakter Airlindo. Pelayaran Riset dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII.
Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko mengatakan Ekspedisi Indonesia Timur 2021 terlaksana atas kerjasama antara LIPI dengan Institute of Oceanology, Chinese Academny of Science (IOCAS) melalui Pusat Penelitian Oseanografi dan melalui Pusat Penelitian Laut Dalam dengan First Institute of Oceanography (FIO, China) dan University of Maryland, USA.
Dalam observasi oseanografi, LIPI juga bekerja sama dengan Balai Riset dan Observasi Laut (BROL, KKP).
“Ekspedisi ini ditujukan untuk mengetahui sifat-sifat oseanografi fisika dari arus laut lintas Indonesia atau disebut juga dengan Indonesia Throughflow, percampuran air, dan kenaikan permukaan air laut,” kata Handoko saat membuka kegiatan Sapa Media: Ekspedisi Indonesia Timur Kapal Riset Baruna Jaya VIII, Selasa (30/3).
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI, Ocky Karna Radjasa mengatakan Ekspedisi Indonesia Timur 2021 juga mempelajari massa air laut dengan atmosfir dan dampaknya pada iklim global.
Pelayaran riset ini juga penting untuk akuisis dan preservasi hayati laut Indonesia, baik potensi dan pengembangannya.
“Banyak potensi hayati laut dalam dan Sumber Daya dari laut yang belum tersentuh. Laut Banda memiliki palung dengan kedalaman 8000 meter. Jika kita bisa melihat keanekaragaman hayati di sana, maka bisa menjadi potensi baru yang belum terkuak,” ujar Ocky.
Komentar tentang post