Adakalanya, modal untuk melaut tidak sebanding dengan hasil tangkapan ikannya. Belum lagi ikan hasil tangkapan dibeli dengan harga rendah.
Dilema ini sering kali muncul tak kala penghujung tahun tiba. Di bulan Desember yang digadang-gadang sebagai bulannya ikan berkumpul, justru di saat yang bersamaan pula harga ikan menjadi turun.
Ikan yang berlimpah justru menciptakan banyaknya persaingan antara nelayan satu dengan nelayan yang lainnya.
Pria paruh baya ini telah menjalani kehidupannya sebagai seorang nelayan sejak berusia 12 tahun. Pekerjaan sebagai nelayan bak tradisi turun temurun di keluarganya.
Usman belajar berlayar dan menangkap ikan dari ayahnya, kemudian ilmu tersebut diturunkan ke anak-anaknya.
“Ya kalau tidak mau sekolah, mau tidak mau ikut harus ikut saya turun ke laut menjadi nelayan,” kata Usman.
Usman telah merasakan pahit dan manis kehidupan di tengah laut. Salah satunya, kehabisan bahan bakar ketika berada di tengah laut.
Ketika berada dalam situasi seperti ini Usman akan sedikit menepi mengikatkan perahu miliknya ke rakit atau rumpon (tempat ikan berkumpul). Setelah itu, Usman akan memberi kabar melalui sambungan telpon seluler.
Masalah lain, soal perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Usman dan nelayan lainnya saat musim angin timur menghadapi tantangan besar. Ini karena ombak yang menerjang cukup besar.