Namun apabila kebijakan pembukaan kran ekspor benih lobster justru akan menimbulkan mafsadah besar bagi keberlanjutan sumberdaya lobster, pendapatan negara dan generasi nelayan selanjutnya, maka kebijakan tersebut tidak bisa dibenarkan dalam pandangan syariat.
“Apabila berkumpul mashlahah dan mafsadah, maka jika memungkinkan tercapainya kemaslahatan dan tercegahnya kemafsadatan, kita harus melakukannya sebagai bentuk menaati perintah Allah dalam hal itu, karena firman Allah Swt: ‘Maka bertakwalah kalian kepada Allah sesuai kesanggupan kalian’ (at-Taghabun: 16).
Apabila tidak memungkinkan mencapai mashlahah dan menolak mafsadah, maka jika mafsadah lebih besar dari mashlahah, kita harus mencegah mafsadah tanpa memperdulikan hilangnya kemaslahatan.
Allah Swt berfirman: ‘Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: ‘Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya’.’ Allah mengharamkan keduanya karena mafsadah keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Izzuddin bin Abd as-Salam, Qawa`id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, (Bairut: Dar al-Ma’rifah, tt), h. 83).
Ketiga, pemanfaatan sumber daya alam yang berorientasi bukan hanya kesejahteraan generasi saat ini telah dicontohkan dengan sangat baik oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab, yang berhasil menaklukkan tanah as-Sawad dan al-Ahwaz.
Komentar tentang post