Menghangatnya Lautan Dapat Memicu Badai

Ilustrasi lautan. FOTO: DARILAUT.ID

Darilaut – Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofsika (BMKG) Herizal mengatakan, menghangatnya lautan dapat memicu badai lebih mudah untuk tumbuh atau dapat menjadi sumber kekuatan badai sehingga lebih destruktif.

Terus menghangatnya suhu udara permukaan dan suhu permukaan laut secara global, serta kontras antar keduanya dapat memicu perubahan dinamika cuaca dan iklim di suatu wilayah, dan dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem ataupun badai tropis.

“Pemanasan Lautan dan kaitanya dengan peningkatan kekuatan badai tropis di semua wilayah Samudera ini sudah dikaji oleh banyak artikel,” kata Herizal, dalam siaran pers Rabu (22/4).

Kajian tersebut, antara lain dilakukan Balaguru, et al yang terbit di Jurnal Nature Communication (2016), yang menyatakan pemanasan global telah memicu intensifikasi pembentukan super-taifun.

Hal ini, menurut Herizal, sesuai dengan hasil kajian oleh peneliti BMKG dengan menggunakan data Joint Typhoon Warning Center (JTWC) terhadap kejadian Siklon Tropis di Samudera Hindia bagian Selatan, pada periode 1961 – 2016. Dalam kajian ini terindikasi adanya tren yang signifikan secara statistik untuk peningkatan frekuensi badai tropis dengan kategori berbahaya.

Tren pemanasan suhu udara permukaan juga diikuti oleh tren pemanasan di lautan. Secara umum, suhu permukaan laut 5 tahun terhangat secara global terpantau terjadi dalam periode 6 tahun terakhir.

Penelitian oleh Cheng et al yang terbit di Jurnal Advances in Atmospheric Sciences pada Januari 2020, menemukan kenaikan suhu rata-rata permukaan laut global pada tahun 2019 adalah 0,075°C di atas rata-rata klimatologis 1981-2019.

Hal serupa juga diindikasikan oleh suhu permukaan laut di perairan Indonesia. Pengkajian oleh Siswanto dkk dari BMKG yang terbit di International Journal of Climatology (2016) menemukan suhu permukaan laut di Laut Jawa dan Samudera Hindia barat Sumatera juga terus menghangat dengan kenaikan sekitar 0,5°C sejak tahun 1970-an, sedikit lebih rendah daripada tren rata-rata global.

Suhu permukaan laut di perairan Indonesia secara umum agak mendingin pada tahun 2019 lalu disebabkan pengaruh fenomena Dipole Mode Positif Samudera Hindia yang kuat dan El Nino kategori lemah.

Pada bulan April hingga Mei ini, suhu permukaan laut di wilayah Indonesia terpantau masih cenderung hangat, terutama berangsur lebih hangat lagi di perairan di wilayah antara Samudera Indonesia dan perairan utara Australia.

Kondisi ini menandakan dinamika suhu permukaan laut di perairan ini masih berpotensi dan sesuai untuk tumbuhnya badai tropis.

Berdasarkan catatan Pusat Peringatan Badai Tropis Jakarta (Jakarta Tropical Cyclone Warning Center di BMKG), terdapat peluang 11 persen secara statistik munculnya badai tropis di perairan selatan Indonesia pada bulan April ini, dan menurun 3 persen pada bulan Mei.

Herizal mengatakan, BMKG mencatat terdapat pola musiman atas jumlah badai tropis yang tumbuh di perairan sekitar Indonesia. Pada periode Desember-Januari-Februari-Maret-April umumnya badai tropis terjadi di perairan selatan Indonesia. Sementara, pada periode Juli-Agustus-September-Oktober-November, umumnya terjadi di perairan sebelah utara wilayah Indonesia.*

Exit mobile version