Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, laut memiliki hak untuk dilindungi dan dilestarikan. Hal ini dikatakan Susi sebagai pembicara pada Pertemuan Pimpinan Jaringan Pembangunan Berkelanjutan ke-13 atau 13th Sustainable Development Solutions Network (SDSN) Leadership Council Meeting di New York, Senin (24/9).
Sebelum mengajak peserta pertemuan mengakui bahwa laut memiliki hak untuk dilindungi, Menteri Susi menceritakan pengalaman Indonesia mengimplementasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan perikanan Indonesia. Kebijakan ini antara lain, pemberantasan IUU (Illegal Unreported Unregulated) fishing yang selama ini merusak ekosistem laut dan menghabiskan sumber daya ikan Indonesia.
Acara ini menghadirkan ahli pembangunan berkelanjutan dari mancanegara, termasuk Jeffrey Sachs (Direktur SDSN), Guido Schmidt-Traub (Direktur Eksekutif SDSN) dan Peter Bakker (CEO World Business Council on Sustainable Development). Selain itu, Mari Elka Pangestu (Pakar Ekonomi Indonesia dan anggota Dewan Direksi SDSN) dan Prof Jatna Supriatna (Guru Besar Universitas Indonesia).
Tujuan pertemuan para board of directors yang merupakan Jaringan Pembangunan Berkelanjutan ke-13 ini untuk meninjau kembali prioritas implementasi untuk mencapai target-target Sustainable Development Goals (SDGs).
SDSN adalah forum yang dibentuk pada tahun 2012 oleh Sekjen PBB saat itu, Ban Ki Moon untuk mengakselerasi implementasi SDGs. Hingga kini, SDSN bergerak di bawah naungan Sekjen PBB (gagasan ini dilanjutkan oleh Sekjen Antonio Gutteres). SDSN mengumpulkan para pakar IPTEK dari mancanegara untuk mempromosikan solusi pembangunan berkelanjutan, termasuk SDG dan Paris Climate Agreement.
Dalam pertemuan ini, Menteri Susi menyampaikan bahwa pembangunan berkelanjutan sektor kelautan sudah diakui sejak tahun 1972 dalam UN Conference on the Human Environment di Stockholm. “Agenda 21 yang diadopsi pada tahun 1992 dalam UN Conference on Environment and Development (UNCED) juga mengakomodir satu Bab khusus tentang perlindungan dan pengelolaan laut,” kata Susi.
Menteri Susi menambahkan, pengakuan pembangunan berkelanjutan sektor laut mulai sangat terasa ketika pada tahun 2002, Johannesburg Plan of Implementation (JPOI) mengadopsi 6 paragraf tentang aksi-aksi untuk mengelola laut dan sumber daya laut secara berkelanjutan. Sejak itu, PBB mengadopsi 2030 Agenda for Sustainable Development yang mengakomodir SDG 14 tentang perlindungan dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan.
Susi menegaskan, Indonesia berkomitmen memenuhi target SDG 14. Karena itu, penting untuk memanfaatkan 3 platform global, yaitu Our Ocean Conference, UN Ocean Conference dan High Level Panel for Sustainable Ocean Economy untuk mengaktualisasikan pembangunan berkelanjutan sektor laut dan meralisasikan target-target SDG 14.
Penjelasan Menteri Susi ini banyak menuai pujian dari peserta pertemuan. Salah satunya Direktur SDSN, Jeffrey Sachs, yang menilai pemaparan Menteri Susi sangat inspirasional.
David Smith, Chair SDSN Caribbean dan peserta Pertemuan Pimpinan SDSN, memuji ketegasan Indonesia memberantas IUU fishing dan melindungi ekosistem laut. David Smith juga menanyakan bagaimana kebijakan Indonesia tersebut dapat diterapkan di negara-negara kepulauan pasifik.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Susi menyampaikan pentingnya dukungan politik dari pengambil keputusan tertinggi. “Indonesia dapat mengimplementasi kebijakan yang tegas karena mendapatkan dukungan kuat dari Presiden,” kata Susi.
Selain dukungan politik, diperlukan pula kerjasama regional antara negara-negara pasifik dengan Indonesia mengenai pengawasan kegiatan perikanan dan penegakan hukum.
Susi mengatakan, apa yang disampaikan dalam pertemuan tersebut mungkin akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang bagaimana mengimplementasikan SDG 14. Para ahli yang hadir dalam pertemuan tersebut memiliki tugas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan menghasilkan solusi yang konkrit untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di sektor kelautan dan perikanan.
Perlu diketahui bahwa pada tanggal 24 September 2018, secara resmi telah diumumkan pembentukan Panel Tingkat Tinggi Untuk Pembangunan Ekonomi Kelautan Berkelanjutan (High Level Panel on Sustainable Ocean Economy) yang beranggotakan 13 negara pantai (coastal state), termasuk Indonesia.
Panel Tingkat Tinggi ini digagas oleh Perdana Menteri Norwegia, Erna Solberg. Perdana Menteri Norwegia bersama Presiden Palau menjadi Co Chairs dari Panel Tingkat Tinggi ini dan Presiden RI Joko Widodo menjadi salah satu anggota panel tersebut.
Mewakili Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir dan memberikan sambutan dalam peluncuran Panel Tingkat Tinggi ini. Acara peluncuran dilaksanakan di Museum Modern Art New York City pada Senin malam (24/9), yang juga dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebagai perwakilan (sherpa) RI. Panel ini akan bekerja hingga tahun 2020 sesuai dengan target SDGs 14. Output dari Panel ini adalah global common platform dan kerangka program aksi untuk melaksanakan SDGs 14.*
Komentar tentang post