Darilaut – Aktivis lingkungan Chalid Muhammad menilai pembahasan kemungkinan izin pembuangan limbah kegiatan tambang ke laut melalui pipa atau Submarine Tailing Disposal (STD) sebagai langkah kemunduran.
“Kami mengetahui bahwa beberapa waktu lalu di kantor Kemenko Maritim (Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi) sedang dibahas kemungkinan diizinkannya Pembuangan Limbah Tailing ke Laut,” kata Chalid, Jumat (17/7).
Menurut Chalid, di banyak negara STD telah dilarang, termasuk di Kanada yang merupakan negara pertama yang mengizinkan STD. Saat ini ada 4 perusahaan yang telah mengajukan izin dan ada 10 perusahaan lain sedang menanti peluang.
“Kami berharap Pak Menteri (Menteri Kelautan dan Perikanan) dapat terus mempertahankan wilayah perairan laut kita khususnya Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) bebas dari pembuangan limbah tambang,” ujar Chalid yang pernah menjadi Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) pada 2005-2008.
Chalid menyampaikan hal tersebut secara tertulis, saat menyatakan untuk berhenti dari Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP2 KKP). Surat ini di sampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP).
“Karena telah menyatakan mundur dari KP2, maka dalam surat yang sama saya menyampaikan beberapa isu yang perlu dapat perhatian MKP,” kata Chalid.
Berikut ini sejumlah isu kelautan yang disampaikan Chalid kepada MKP:
Budidaya
Kami sangat mengapresiasi komitmen dan kebijakan Pak Menteri untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam budidaya sumber daya kelautan dan perikanan. Kami yakin masa depan pangan kita berasal dari budidaya.
Oleh karena itu, kami ingin menyarankan kepada Pak Menteri untuk melakukan evaluasi apakah saat ini telah tepat melakukan ekspor benih lobster, sementara pelaku usaha belum terlihat menyiapkan sarana dan prasarana budidaya secara sungguh-sungguh sebagaimana isi Peraturan Menteri KKP.
Saat ini mungkin tepat bila ada pengerahan alokasi sumber daya secara besar-besaran agar ketertinggalan Indonesia selama puluhan tahun dari negara lain dalam hal budidaya dapat terkejar.
Kebijakan
Kebijakan KKP terkait dengan alat tangkap adalah salah satu yang mendapat perhatian publik secara berbeda. Anggota Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di berbagai tempat telah puluhan tahun menentang penggunaan trawl. Walaupun secara hukum trawl dilarang, namun praktiknya di beberapa tempat masih digunakan.
Kami menyarankan ada pembahasan yang mendalam terkait alat tangkap ini agar semua pihak punya persepsi yang sama dan dapat meminimalkan potensi konflik antar nelayan di kemudian hari.
Pembuangan Limbah Tambang ke Laut
Kami mengetahui bahwa beberapa waktu lalu di kantor Kemenko Maritim sedang dibahas kemungkinan diizinkannya Pembuangan Limbah Tailing ke Laut. Kami menilai langkah tersebut adalah kemunduran, karena di banyak negara STD telah dilarang, termasuk Kanada yang merupakan negara pertama yang mengizinkan STD.
Saat ini ada 4 perusahaan yang telah mengajukan izin dan ada 10 perusahaan lain sedang menanti peluang. Kami berharap Pak Menteri dapat terus mempertahankan wilayah perairan laut kita khususnya Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) bebas dari pembuangan limbah tambang.
Pasir Laut
Kami mengetahui bahwa ada beberapa pelaku usaha yang saat ini sedang menyiapkan rencana menambang pasir laut yang saat ini dilarang untuk dilakukan. Kami berharap Menteri KKP dapat mempertahankan kebijakan pelarangan penambangan pasir laut karena dampak yang ditimbulkannya lebih besar daripada manfaat ekonomi.
Komisi Pemangku Kepentingan
Selain alasan yang tertulis dalam surat tersebut, sesungguhnya perlu ada penyegeraan pembentukan Komisi Pemangku Kepentingan yang beranggotalan pelaku langsung baik nelayan, pembudidaya dan pelaku usaha melalui Kongres Kelautan dan Perikanan.
“Saya yakin komisi tersebut akan jadi mitra kerja KKP yang kuat di masa mendatang,” ujar Chalid.*
Komentar tentang post