Jakarta – Keberpihakan pemerintah untuk membangun desa-desa pesisir dirasakan masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan pembangunan dan besarnya potensi ekonomi desa pesisir yang perlu mendapat intervensi pembangunan. Regulasi, kebijakan dan dukungan pendanaan dari pemerintah belum mampu mendorong pengurangan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi antar wilayah pedesaan. Masalah klasik pembangunan desa pesisir adalah perencanaan yang tidak terpadu, lemahnya konektivitas pembangunan antar sektor dan hubungan pusat-daerah.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap program pembangunan yang teralokasi di desa-desa pesisir yang berkategori Daerah Tertinggal dan Pulau Terluar. “Pemerintah mesti melihat kembali efektivitas Perpres 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal yang berbasis Kabupaten dan di overlay dengan Keppres 6/2017 tentang Penetapan Pulau Terluar yang berbasis pulau,” kata Abdi.
Mesti dilihat apakah kedua regulasi tersebut dalam pelaksanaannya saling menguatkan, melemahkan atau tidak ada koneksi sama sekali. Termasuk pentingnya melakukan review manajemen Dana Desa sebesar Rp 60 triliun tahun 2018 ini, apakah secara signifikan teralokasi untuk membangun infrastruktur dan mendorong pemberdayaan desa-desa pesisir dan pulau terluar.
Berdasarkan studi DFW-Indonesia di Provinsi Maluku, dari 11 kabupaten/Kota yang yang ada, 8 kabupaten tergolong Daerah Tertinggal. Salah satu Kabupaten tersebut adalah Maluku Tenggara Barat dengan tingkat kemiskinan 28,1% dari 111.883 jiwa penduduk. “Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Maluku Tenggara Barat hanya 61,12, berada di peringkat 10 dari 11 kabupaten yang ada di Maluku,” kata Abdi.
Kondisi ini menggambarkan bahwa belum ada kemajuan dan perbaikan signifikan dalam mengatasi ketertinggalan wilayah di Maluku. Hal ini disebabkan karena implementasi program yang terfragmentasi berdasarkan sektor dan lemahnya kapasitas pemerintah daerah untuk mendorong program-program pemberdayaan di desa-desa pesisir.
Melihat potensi perikanan di Maluku bagian Selatan yang meliputi Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku Tenggara Barat, Maluku Tenggara, Kota Tual, dan Kabupaten Kepulauan Aru, pemerintah mestinya menyusun suatu grand desain pembangunan berbasis perikanan yang terpadu dan terkoneksi antar satu daerah dengan daerah lainnya . Wilayah-wilayah tersebut memiliki potensi produksi rumput laut yang sangat besar, tapi tidak memiliki unit pengolahan atau pabrik rumput laut yang sebenarnya bisa memberi nilai tambah. *
Komentar tentang post