Jakarta – Perang terhadap praktik penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia telah menunjukan hasil. Hal ini bisa dilihat dari menurunnya kasus pencurian ikan oleh kapal ikan asing. Dibanding 10 tahun lalu, kasus pencurian ikan menurun drastis.
Pada 2008, pencurian ikan oleh kapal asing tercatat sebanyak 292 kapal. Hingga 18 Mei 2018 ini kasus pencurian ikan oleh kapal asing hanya 13 kapal. Ini menunjukan bahwa tindakan tegas yang diakukan oleh pemerintah Indonesia telah menimbulkan efek jera bagi kapal ikan asing ilegal.
Namun demikian, keberhasilan ini perlu diikuti dengan upaya pengelolaan perikanan oleh pemerintah dan pelaku usaha dalam negeri. Pemerintah mesti menjalankan stimulus kebijakan dan program yang memacu pertumbuhan industri perikanan dalam negeri. Sejauh ini, Perpres 3/2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional belum terimplementasi secara efektif.
Koordinator Nasional DFW-Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa keberhasilan pemerintah dalam memerangi penangkapan ikan ilegal patut diapresiasi. Walaupun dalam triwulan pertama 2018 masih terdapat kasus pencurian ikan oleh kapal asing, tapi jumlahnya telah menurun drastis.
“Trend pencurian ikan menurun dibandingkan kondisi 3 tahun lalu, karena tindakan tegas otoritas terkait, intensifikasi pengawasan dan penggunaan teknologi satelit oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam memantau perairan Indonesia,” kata Abdi. Aksi sepihak pemerintah yang melakukan kebijakan penenggelaman kapal pelaku perikanan ilegal membuat kapal ikan asing berpikir untuk memasuki perairan Indonesia.
Kebijakan ini diharapkan agar terus konsisten dilakukan. Kementerian Kelautan dan Perikanan juga perlu memperluas pengawasan bagi kapal ikan Indonesia yang terindikasi melakukan praktik transihpment di laut perbatasan. Selanjutnya, keberhasilan ini perlu diikuti oleh rencana dan strategi pengelolaan perikanan melalui pembangunan industri perikanan. Pembangunan industri perikanan nasional diperkirakan akan menyerap 3,8 juta penduduk Indonesia yang bekerja dari industri perikanan dari hulu ke hilir.
Abdi mengingatkan bahwa momentum meningkatkan stok ikan di laut Indonesia dan menurunnya kapal ikan asing ilegal perlu dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mempercepat pembangunan industri perikanan nasional. “Sejauh ini masih sedikit program nyata dari kementerian dan lembaga untuk merealisasikan Perpres No 3/2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional,” ujar Abdi.
Sementara itu, peneliti DFW-Indonesia Subhan Usman mengatakan jika dihubungkan dengan Nawacita presiden Jokowi, Perpres 3/2017 mempunyai semangat untuk membangun industri perikanan di daerah pinggiran dan mengurangi disparitas infrastruktur perikanan Jawa dan luar Jawa. Caranya adalah dengan memprioritaskan pembangunan infrastruktur perikanan luar Jawa, memperkuat kelembagaan nelayan, melengkapi regulasi pengelolaan perikanan dan melancarkan transportasi perhubungan.
Ironisnya, hingga saat ini energi pemerintah banyak tersita pada penyelesaian cantrang serta adanya faktor penghambat lainnya yaitu lemahnya koordinasi dan keterpaduan antar sektor. “Tidak ada leadership yang kuat atau keinginan mengambil tanggungjawab oleh kementerian untuk menjalankan Perpres 3/2017. Perlu dibentuk satgas industrialisasi perikanan untuk akselerasi dan mengurai bottleneck program,” kata Subhan.
Dalam perpres tersebut tercatat ada 5 program dan 28 kegiatan yang harus dilakukan secara strategis dan intensif oleh berbagai kementerian. Beberapa amanat Perpres 3/2017 yang saat ini pelaksanaannya sangat lamban yaitu pembangunan 4.787 kapal ikan dibawah 30GT oleh pemerintah dan 12.536 kapal ikan diatas 30GT oleh swasta, pembangunan sistim rantai dingin di 31 lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT), penambahan jumlah pelabuhan ekspor hasil perikanan melalui penetapan bandara dan pelabuhan laut untuk ekspor di 20 lokasi SKPT serta 3000 UKM perikanan yang berbadan hukum koperasi.
“Pemerintah inkonsisten dalam pelaksanaan SKPT yang berdampak pada keterlambatan pembangunan infrastruktur perikanan dan penguatan kelembagaan nelayan di beberapa lokasi prioritas seperti Saumlaki, Biak, Nunukan dan Mimika,” kata Subhan.
Subhan menyarankan agar Menteri Koordinator Maritim dapat mengkoordinasikan pelaksaan Inpres 3/2017 agar dalam sisa waktu pemerintahan Jokowi-JK, pelaksanaan industrialisasi perikanan lebih kelihatan hasilnya. “Koordinasi program yang sangat lemah ini harus segera diatasi oleh Menko Maritim agar pembangunan industri perikanan khususnya di daerah-daerah pinggiran dapat segera direalisasikan,” ujarnya.*
Komentar tentang post