Darilaut – Sosiolog Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Dr. Funco Tanipu, mengatakan, dengan pengalaman lebih dari 500 tahun Gorontalo menghasilkan generasi penambang hingga tersusun memori kolektif tambang yang mengakar.
“Harus diakui, suku Gorontalo adalah suku yang terbanyak di Indonesia yang memiliki sumber daya manusia di sektor tambang,” kata Funco saat menjadi salah satu pembicara utama pada Seminar Nasional dan Festival Kebudayaan yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, pada Senin (2/10).
Ke depan, kata Funco, para penambang harus dinaungi oleh kelembagaan untuk dapat meningkatkan kapasitas keahlian menambang yang ramah lingkungan serta penguatan literasi.
Dalam seminar tersebut Funco menjelaskan mengenai “Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo.”
Sejarah pengelolaan emas di Gorontalo termasuk Pohuwato terbagi dalam lima periode, kata Funco. Periode pertama, masa VOC yang ditandai dengan perjanjian tahun 1677 oleh Gubernur VOC Maluku dan Gorontalo.
Periode kedua terjadi pada tahun 1800 an dengan pengelolaan Pemerintah Hindia Belanda.
Periode ketiga, ketika Teluk Tomini dan Perairan Utara Gorontalo “menjadi lokasi penyelundupan dan pembajakan oleh bajak laut karena monopoli Belanda dan masuknya pedagang Cina ke Gorontalo untuk berbisnis emas pada tahun 1800-1900 an,” ujarnya.