redaksi@darilaut.id
Minggu, Desember 8, 2019
Dari Laut Indonesia
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Berita
    • Laporan Khusus
  • Ekspedisi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
    • Biota Eksotis
    • Ide & Inovasi
  • Konservasi
  • Kajian
  • Orca
    • Hiu Paus
  • Harga Ikan
  • Home
  • Berita
    • Laporan Khusus
  • Ekspedisi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
    • Biota Eksotis
    • Ide & Inovasi
  • Konservasi
  • Kajian
  • Orca
    • Hiu Paus
  • Harga Ikan
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Dari Laut
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Home Berita

Perbudakan ABK dan Illegal Fishing di Laut Lepas

11 Maret 2019
Kategori : Berita
0
World Ocean Summit 2019 di Abu Dhabi

FOTO: KKP.GO.ID

PERDAGANGAN orang, perbudakan ribuan anak buah kapal (ABK) dan penangkapan ikan secara illegal marak terjadi di laut lepas.

Kasus ini diangkat dalam penyelenggaraan World Ocean Summit (WOS) 2019 di Park Hyatt Hotel, Abu Dhabi, Rabu (6/3). Delegasi Indonesia mengadakan side event berupa kegiatan diskusi mengenai Tata Kelola Perikanan Laut Lepas.

Delegasi Indonesia diwakili oleh Mantan Menteri Luar Negeri dan Ketua Kelompok Kerja, Hassan Wirajuda dan Anggota Kelompok Kerja dan Koordinator Staf Khusus SATGAS 115, Mas Achmad Santosa.

Pos Terkait

Sebagai Negara Maritim, Indonesia Tak Boleh Hanya Bicara Potensi

34 Nelayan Muara Angke Terima Pas Kecil Elektronik

Selain kasus penangkapan ikan secara ilegal, diskusi juga membahas tentang praktek perdagangan orang dan perbudakan yang terjadi pada ribuan ABK yang bekerja di laut lepas. Indonesia memberikan contoh kasus Pusaka Benjina Resources, di mana ratusan ABK dari beberapa negara menjadi korban.

Dalam diskusi ini, Hassan Wirajuda menjelaskan tentang tata kelola perikanan laut lepas yang masih kurang baik dan menyeluruh, inefektivitas impelementasi pengaturan yang ada dan lemahnya penegakan hukum. Selain itu, koordinasi yang belum berjalan dengan baik antar organisasi/institusi terkait maupun antara organsasi/institusi dengan negara.

Menurut Achmad Santosa, maraknya penangkapan ikan secara ilegal di laut lepas, salah satunya disebabkan oleh lemahnya atau bahkan tidak adanya pengaturan mengenai kegiatan alih muat di laut (transhipment), subsidi perikanan yang menyebabkan eksploitasi berlebihan dan penggunaan flags of convenience. “Contohnya bisa kita lihat jelas pada kasus FV Viking, STS 50, dan Silver Sea 2,” katanya.

Diskusi ini bertujuan untuk mengumpulkan masukan terhadap rancangan laporan “Reforming High Seas Fisheries Governance” yang telah disusun oleh Kelompok Kerja Menteri Kelautan dan Perikanan untuk Perlindungan Sumber Daya dan Pengamanan di Laut Lepas.

Kelompok kerja ini dibentuk untuk menyusun kajian mengenai tata kelola perikanan laut lepas dan menghasilkan rekomendasi kebijakan nasional, regional, maupun global untuk menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan, serta menjamin keamanan maritim di laut lepas.

Rekomendasi yang tertuang dalam laporan ini menyangkut pembentukan norma dasar yang dapat diterima secara internasional, agar tercipta standardisasi dan harmonasi pengaturan. Optimalisasi peran organisasi/institusi internasional dan pembentukan jaringan permanen untuk penanganan kasus, sehingga koordinasi antar negara maupun dengan institusi/organisasi internasional dapat ditingkatkan.

Melalui diskusi ini, kelompok kerja mendapat masukan dari sejumlah pakar internasional yang dikenal aktif memperjuangkan keberlanjutan sumber daya laut lepas. Antara lain dari Dr Enric Sala (National Geographic), Dr Rashid Sumaila (Univeristy of British Columbia) dan Tony Long (Global Fishing Watch).

Ketiga tokoh tersebut mengapresiasi inisiatif Indonesia untuk aktif mengampanyekan pentingnya memperhatikan keberlanjutan sumber daya laut lepas dan.

Enric Sala dan Rashid Sumaila menyampaikan bahwa sumber daya perikanan di laut lepas yang sebenarnya dapat dinikmati oleh semua negara, nyatanya hanya dinikmati oleh beberapa distant fishing nations yang kapasitas eksploitatifnya sangat tinggi.

“Kapal-kapal milik negara-negara tersebut terus melakukan pelanggaran di laut lepas karena lemahnya monitoring. Oleh karenanya, transparansi menjadi sangat penting,” ujar Tony Long.

Masukan lainnya juga datang dari delegasi European Union, PEW Charitable Trust, serta profesor dari University of California dan University of Oxford.

Rekomendasi yang dihasilkan, seperti penutupan seluruh laut lepas dari kegiatan penangkapan ikan untuk konservasi dan penetapan moratorium untuk beberapa wilayah laut lepas. Kemudian, pembenahan tata kelola perikanan untuk mengubah beberapa pengaturan terkait transparansi, beban pembuktian, dan pemberian sanksi.

Laporan akhir yang dihasilkan oleh Kelompok Kerja diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pengembangan Kertas Kerja High Level Panel (HLP) on Sustainable Ocean Economy. HLP diagendakan akan bertemu pada side event United Nations General Assembly (UNGA) 2019 di New York dan forum-forum kelautan lainnya seperti United Nations (UN) Ocean Conference 2020 di Lisbon, Portugal dan Our Ocean Conference (OOC) 2019 di Oslo, Norwegia.*

Tags: illegal fishingKKPperbudakan
Bagikan69TweetBagikanKirim

Berlangganan untuk menerima notifikasi berita terbaru Dari Laut Indonesia

Berhenti Berlangganan

Related Posts

Untuk Memajukan Riset Kelautan, LIPI dan KKP Galang Kerjasama
Berita

Sebagai Negara Maritim, Indonesia Tak Boleh Hanya Bicara Potensi

8 Desember 2019
34 Nelayan Muara Angke Terima Pas Kecil Elektronik
Berita

34 Nelayan Muara Angke Terima Pas Kecil Elektronik

7 Desember 2019
Indonesia Galang Dukungan untuk Pencalonan Anggota IMO
Berita

Ini 12 Poin Hasil Rakornas KKP

6 Desember 2019
Next Post
Benjina

Ingat Kasus Benjina

SAR Ternate

Kapal Ikan Mati Mesin dan Patah Kemudi, 26 ABK Selamat

Komentar tentang post

Bandung, Indonesia
Minggu, Desember 8, 2019
Mostly Cloudy
23 ° c
72%
11mh
-%
27 c 18 c
Rab
26 c 17 c
Kam
27 c 17 c
Jum
25 c 16 c
Sab

REKOMENDASI

Ini Cara Memanggil Dugong di Alor

Pantai Timur Sumatera Rawan Penyelundupan Benih Lobster

Hiu Paus, Terancam Karena Perburuan dan Ditabrak Kapal

Ekspedisi Global Terumbu Karang di Kaledonia Baru

Banyak Faktor penyebab Kebocoran Pipa Gas Bawah Laut

Jembatan Cinta, Tracking Mangrove di Sebatik, Perbatasan Indonesia-Malaysia

TERPOPULER

  • Koran Tjahaja Sijang Minahasa 1869 – 1925 Ada di Perpustakaan Australia

    Koran Tjahaja Sijang Minahasa 1869 – 1925 Ada di Perpustakaan Australia

    bagikan
    Bagikan Tweet
  • 2 Jurnal di KKP Terindeks Scopus

    bagikan
    Bagikan Tweet
  • Inilah Anggota IMO Kategori A, B dan C

    bagikan
    Bagikan Tweet
  • Ini Potensi di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan

    bagikan
    Bagikan Tweet
  • Edukasi Indikator Kerja Paksa dan Perdagangan Orang Bagi Taruna Perikanan

    bagikan
    Bagikan Tweet
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Email : redaksi@darilaut.id

© 2019 PT Dari Laut Indonesia

Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Berita
    • Laporan Khusus
  • Ekspedisi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
    • Biota Eksotis
    • Ide & Inovasi
  • Konservasi
  • Kajian
  • Orca
    • Hiu Paus
  • Harga Ikan

© 2019 PT Dari Laut Indonesia

Masuk Akun

Lupa Password? Mendaftar

Isi formulir di bawah ini untuk mendaftar

*Dengan mendaftar di situs kami, anda setuju dengan Syarat & Ketentuan and Kebijakan Privasi.
Isi semua yang diperlukan Masuk

Ambil password

Masukan username atau email untuk mereset password

Masuk