redaksi@darilaut.id
Senin, 30 Januari 2023
26 °c
Jakarta
28 ° Sab
27 ° Ming
28 ° Sen
27 ° Sel
Dari Laut Indonesia
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Masuk
  • Daftar
  • Home
  • Berita
    • Laporan Khusus
    • Pemilu dan Pemilihan
  • Eksplorasi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
    • Biota Eksotis
    • Ide & Inovasi
    • Travel
  • Konservasi
  • Kajian
  • Kesehatan
  • Orca
    • Hiu Paus
  • Bisnis dan Investasi
  • Home
  • Berita
    • Laporan Khusus
    • Pemilu dan Pemilihan
  • Eksplorasi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
    • Biota Eksotis
    • Ide & Inovasi
    • Travel
  • Konservasi
  • Kajian
  • Kesehatan
  • Orca
    • Hiu Paus
  • Bisnis dan Investasi
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Dari Laut
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil

Home » Berita » Perubahan Iklim dan Kondisi Terumbu Karang

Perubahan Iklim dan Kondisi Terumbu Karang

redaksi redaksi
9 Agustus 2021
Kategori : Berita, Konservasi
Terumbu karang yang mengalami kerusakan dan masuk kategori buruk. FOTO: DARILAUT.ID

Terumbu karang yang mengalami kerusakan dan masuk kategori buruk. FOTO: DARILAUT.ID

Darilaut – Selama tiga tahun terakhir, terumbu karang telah mengalami peristiwa pemutihan massal. Hal ini akibat dari peningkatan suhu permukaan global yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca antropogenik.

Bagaimana kondisi terumbu karang saat ini? Badan Konservasi Dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) sebagaimana dilansir Iucn.org, menjelaskan secara singkat permasalahan tersebut.

Emisi gas rumah kaca antropogenik telah menyebabkan peningkatan suhu permukaan global sekitar 1°C sejak zaman pra-industri.

Ini menyebabkan peristiwa pemutihan karang massal yang belum pernah terjadi sebelumnya yang – dikombinasikan dengan meningkatnya tekanan lokal – telah menjadikan terumbu karang salah satu ekosistem yang paling terancam di Bumi.

Ketika terjadi perubahan suhu, karang mengeluarkan alga simbiotik yang hidup di jaringan mereka, yang bertanggung jawab atas warna.

Naiknya suhu laut 1-2°C yang berlangsung selama beberapa minggu dapat menyebabkan pemutihan, mengubah karang menjadi putih.

Jika karang memutih untuk waktu yang lama, akhirnya akan mati. Peristiwa pemutihan sering menyebabkan kematian pada karang dalam jumlah besar (coral bleaching).

Terumbu karang di banyak tempat di dunia telah mengalami peristiwa pemutihan massal selama tiga tahun berturut-turut.

Terumbu ikonik Great Barrier Reef, di Australia dan Kepulauan Hawaii Barat Laut di Amerika Serikat tercatat mengalami pemutihan terburuk dan efek yang menghancurkan. Pemutihan kerang di Great Barrier Reef pada tahun 2016 dan 2017, misalnya, telah menyebabkan kematian sekitar 50% karang.

Karang tidak dapat bertahan dari frekuensi peristiwa pemutihan saat ini dari kenaikan suhu global. Jika suhu terus meningkat, peristiwa pemutihan akan terus terjadi.

Para ilmuwan memperkirakan peristiwa yang terjadi dua kali dalam dekade ini dapat mengancam kelangsungan hidup karang.

UNESCO telah melakukan penilaian ilmiah global dari dampak perubahan iklim pada terumbu karang Warisan Dunia, yang diterbitkan pada tahun 2017.

Menurut UNESCO, terumbu karang di 29 situs Warisan Dunia tidak akan ada lagi pada akhir abad ini jika kita terus mengeluarkan gas rumah kaca di bawah skenario bisnis seperti biasa.

Keanekaragaman Hayati

Terumbu karang menyimpan keanekaragaman hayati tertinggi dari ekosistem mana pun secara global. Meskipun hanya menutupi kurang dari 0,1% dasar laut, terumbu karang menampung lebih dari seperempat dari semua spesies ikan laut, selain banyak hewan laut lainnya.

Selain itu, terumbu karang menyediakan berbagai macam jasa ekosistem seperti makanan subsisten, perlindungan dari banjir dan menopang industri perikanan dan pariwisata. Oleh karena itu, hilangnya terumbu karang akan memiliki konsekuensi ekonomi, sosial dan kesehatan.

Terumbu karang secara langsung diperkirakan mendukung lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia, yang bergantung pada mereka untuk kebutuhan hidup sehari-hari, sebagian besar berada di negara-negara miskin.

Sebuah penilaian tahun 2014 yang diterbitkan dalam jurnal Global Environmental Change memperkirakan nilai sosial, budaya dan ekonomi terumbu karang mencapai US$1 triliun.

Sebuah studi tahun 2015 oleh WWF memproyeksikan bahwa hilangnya jasa ekosistem terumbu karang terkait iklim akan menelan biaya US$500 miliar per tahun atau lebih pada tahun 2100.

Terumbu karang juga merupakan indikator utama kesehatan ekosistem global. Terumbu karang berfungsi sebagai tanda peringatan dini tentang apa yang mungkin terjadi pada sistem lain yang kurang sensitif, seperti delta sungai, jika perubahan iklim tidak segera ditangani.

Setelah titik kritis untuk kelangsungan hidup terumbu karang terlewati, kerusakan sistem lain dapat terjadi lebih cepat dan tidak dapat diubah lagi.

Apa yang bisa dilakukan?

Membatasi suhu rata-rata global jauh di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri dan mengejar upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C, sejalan dengan Perjanjian Paris tentang perubahan iklim, memberikan satu-satunya peluang bagi kelangsungan hidup terumbu karang secara global.

Jika kesepakatan tersebut dilaksanakan sepenuhnya, kemungkinan kita akan melihat penurunan konsentrasi karbon di atmosfer.

Hal ini akan memperbaiki kondisi untuk kelangsungan hidup terumbu karang, dan memungkinkan langkah-langkah lain untuk menyelamatkan terumbu karang.

Tindakan lain seperti mengatasi polusi lokal dan praktik penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing), tidak dapat menyelamatkan terumbu karang tanpa stabilisasi emisi gas rumah kaca.

Penguatan komitmen terhadap Perjanjian Paris harus tercermin dalam semua perjanjian global lainnya seperti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. SDG 13, misalnya, menyerukan tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya.

Juga perlu ada transformasi sistem ekonomi arus utama dan gerakan menuju praktik ekonomi sirkular.

Hal ini disorot dalam SDG 8 (pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan) dan SDG 12 (pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan).

Sistem ekonomi perlu bergerak cepat ke skenario rendah emisi gas rumah kaca untuk memungkinkan penurunan suhu global.

Sumber: iucn.org

Tags: coral bleachingGreat Barrier ReefIUCNkerugian kerusakan terumbu karangTerumbu Karang
Bagikan6Tweet4KirimKirim

Berlangganan untuk menerima notifikasi berita terbaru Dari Laut Indonesia

Berhenti Berlangganan

Related Posts

Peredaran satwa liar jenis burung digagalkan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, pada Sabtu 28 Januari 2023. FOTO: BB KSDA JAWA TIMUR/KSDAE
Berita

Peredaran Seribu Burung Ilegal Digagalkan di Pelabuhan Tanjung Perak

30 Januari 2023
Paus Bryde jenis Balaenoptera edeni, ditemukan mati terdampar pada Kamis 19 Januari 2023 di Pantai Munggu, Krobokan, Badung, Bali. FOTO: BPSPL DENPASAR/KKP
Berita

Paus Bryde Ditemukan Membusuk di Pantai Badung

30 Januari 2023
Ilustrasi bibit siklon tropis. GAMBAR: ZOOM.EARTH
Berita

4 Bibit Siklon Tropis di Dekat Wilayah Indonesia

29 Januari 2023
Next Post
FOTO: KKP

Pelaku Bom Ikan Ditangkap di Tojo Una-Una, Teluk Tomini

Terumbu karang yang rusak akibat penggunaan bahan peledak rakitan, bom ikan. FOTO: DARILAUT.ID

Pelaku Bom Ikan yang Ditangkap di Teluk Tomini Masih Anak-anak

Komentar tentang post

REKOMENDASI

Siklon Tropis Tumbuh di Sebelah Timur Laut Tahuna

Jaga Kepercayaan Publik, Kadis Kominfo Sulawesi Selatan Apresiasi AMSI

Kapal Murah Rejeki Terbakar di Batu Ampar, Batam

Mengapa Hiu Paus di Indonesia Banyak Berkelamin Jantan, di Galapagos Betina?

3 ABK WNI Dibebaskan Perompak, Diculik Saat Tangkap Ikan di Perairan Gabon

Petugas Gagalkan Penyelundupan dan Perdagangan Ilegal 597 Burung

TERBARU

Peredaran Seribu Burung Ilegal Digagalkan di Pelabuhan Tanjung Perak

Paus Bryde Ditemukan Membusuk di Pantai Badung

4 Bibit Siklon Tropis di Dekat Wilayah Indonesia

Kepala BNPB Ingatkan Banjir dan Longsor di Manado Kejadian Berulang

Tahun 2023 Kemenhub Layani 177 Trayek Angkutan Laut

Pemberitaan Berperspektif Keberagaman Perlu Diperkuat

TERPOPULER

  • Ikan karang Amphiprion ocellaris, Sulawesi, Indonesia (Randall, 1998) dan Amphiprion percula, Papua New Guinea (Allen & Erdmann, 2012) contoh yang mendukung spesiasi alopatrik.

    Teori Spesiasi Geografis Ikan Karang

    27 bagikan
    Bagikan 11 Tweet 7
  • Kuda Laut, Ikan yang Dipercaya Dapat Menyembuhkan Berbagai Penyakit

    231 bagikan
    Bagikan 98 Tweet 56
  • Biogeografi Ikan di Kawasan Segitiga Terumbu Karang

    6 bagikan
    Bagikan 2 Tweet 2
  • Mengapa Orca Tidak Memangsa Manusia di Alam Liar?

    31 bagikan
    Bagikan 13 Tweet 8
  • Pemanasan Laut, Ini Dampak Bagi Ekosistem dan Manusia

    25 bagikan
    Bagikan 10 Tweet 6
  • Enam Aplikasi Digital Nelayan Indonesia

    416 bagikan
    Bagikan 174 Tweet 101
  • Tantangan Teknologi Penangkapan Ikan yang Efektif dan Ramah Lingkungan

    16 bagikan
    Bagikan 15 Tweet 0
  • Tentang
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Terms of Use
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Email : redaksi@darilaut.id

© 2018 - 2022 PT Dari Laut Indonesia

Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Berita
  • Pemilu dan Pemilihan
  • Laporan Khusus
  • Eksplorasi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
  • Biota Eksotis
  • Ide & Inovasi
  • Konservasi
  • Kajian
  • Kesehatan
  • Orca
  • Hiu Paus
  • Bisnis dan Investasi
  • Travel

© 2018 - 2022 PT Dari Laut Indonesia

Selamat Datang Kembali

Masuk dengan Facebook
Masuk dengan Google+
Atau

Masuk Akun

Lupa Password? Mendaftar

Buat Akun Baru

Mendaftar dengan Facebook
Mendaftar dengan Google+
Atau

Isi formulir di bawah ini untuk mendaftar

*Dengan mendaftar di situs kami, anda setuju dengan Syarat & Ketentuan and Kebijakan Privasi.
Isi semua yang diperlukan Masuk

Ambil password

Masukan username atau email untuk mereset password

Masuk