Darilaut – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Tengah bersama Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang menemukan ratusan satwa liar jenis burung. Sebanyak 310 jenis burung tersebut diangkut tanpa memiliki dokumen dengan menggunakan kapal penumpang.
Kepala Balai KSDA Jawa Tengah Darmanto, mengatakan pada Selasa 6 April 2021 sekitar pukul 16.00 WIB, Balai KSDA Jawa Tengah bersama dengan Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang telah mengamankan satwa liar yang diangkut tanpa dokumen yang sah.
Satwa liar ini diangkut dengan menggunakan kapal penumpang Kelimutu dari Sampit, Kalimantan Tengah, tujuan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Menurut Darmanto, untuk penyelamatan dan pengembalian satwa liar yang telah diamankan di wilayah Pelabuhan Tanjung Emas, petugas telah mengembalikan satwa liar tersebut ke habitat asalnya melalui Balai KSDA Kalimantan Tengah.
Satwa liar yang berhasil diamankan merupakan satwa liar jenis burung sebanyak 310 ekor. Terdiri dari burung cica daun kecil/cucak hijau (Ch/Oropsis cyanopogon), burung murai batu (Copsychus ma/abaricus) dan burung madu.
Terdapat 32 ekor burung cucak hijau. Burung ini termasuk jenis yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi.
Kemudian burung murai batu sebanyak 38 ekor dan burung madu (Nectariniidae) sebanyak 240 ekor. Pelaku atau pemilik satwa tidak ditemukan.
Dari sejumlah burung yang diamankan tersebut, sebanyak 90 ekor ditemukan dalam keadaan mati yaitu 15 ekor cica daun kecil, 7 ekor murai batu dan 64 ekor burung madu. Satwa liar ini mati karena malnutrisi dan stress pasca pengangkutan;
Dalam rangka upaya penyelamatan satwa Balai KSDA Jawa Tengah telah berkoordinasi dengan Balai KSDA Kalimantan Tengah untuk dikembalikan ke habitat aslinya.
Burung yang dikembalikan ini sebanyak 220 ekor. Terdiri dari cica daun kecil sebanyak 13 ekor, murai batu 31 ekor dan burung madu 176 ekor.
Burung ini telah dikembalikan ke Sampit, Kalimantan Tengah melalui Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya dengan menggunakan maskapai Garuda Indonesia GA-0245 pukul 17.00 WIB via Bandara Ahmad Yani Semarang.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang Parlin Robert Sitanggang mengatakan pemasukan burung yang tidak disertai sertifikat kesehatan karantina melanggar Undang-Undang No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Pelanggaran terhadap persyaratan karantina dapat dipidana penjara paling lama dua tahun, dan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
Menurut Parlin burung cucak hijau termasuk satwa dilindungi oleh negara yang dilarang untuk diburu dan diperdagangkan. Sehingga harus dikembalikan ke daerah asal untuk dilepasliarkan sehingga sifat liarnya tidak hilang dan keseimbangan ekosistem di habitatnya tetap terjaga.
Sementara murai batu dan kolibri yang dilalulintaskan ini tanpa dilengkapi dengan dokumen karantina.
Oleh sebab itu, kata Parlin, penggagalan penyelundupan ini merupakan suatu upaya untuk mencegah cucak hijau dari kepunahan bersama-sama dengan murai batu dan kolibri.
Menurut Plt. Kepala Balai KSDA Kalimantan Tengah Handi Nasoka, pada Kamis tanggal 8 April 2021, bertempat di Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya, petugas Balai KSDA Kalimantan Tengah bersama Balai Karantina Pertanian Kelas II Palangka Raya telah menerima pengiriman cargo satwa liar dari Balai KSDA Jawa Tengah dengan SATS-DN Nomor SI.104/K.21/TU/KSA/4/2021 tanggal 7 April 2021.
Satwa liar yang diselamatkan ditempatkan dikandang transit Balai KSDA Kalimantan Tengah dan akan dilakukan kegiatan pelepasliaran satwa liar ke habitatnya yang direncanakan hari Senin tanggal 13 April 2021 di KSA/KPA Bukit Rawi.
Direktur Jenderal KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengatakan salah satu upaya pelestarian keanekaragaman hayati dengan memastikan bahwa kawasan yang menjadi habitat satwa liar dapat dimonitor dan terhindar dari kejahatan terhadap satwa liar seperti perburuan dan perdagangan ilegal.
Selanjutnya, satwa yang menjadi korban kegiatan ilegal tersebut perlu segera dikembalikan ke habitatnya apabila dinyatakan layak secara medis dan perilaku guna menjaga kelestarian populasinya.
Menurut Wiratno perlunya peningkatan koordinasi dengan para pihak khususnya aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan Agung) dalam upaya pemberantasan kejahatan terhadap satwa liar.
Selain itu, patroli di wilayah-wilayah yang rawan menjadi Pintu keluar bagi kegiatan perdagangan satwa ilegal perlu ditingkatkan dan penyelidikan bersama pihak terkait perlu ditingkatkan agar dapat memutus mata rantai perdagangan satwa liar secara ilegal yang masih terjadi hingga saat ini.
Komentar tentang post