Pusat Edukasi Lingkungan dan Restorasi Mangrove Mulai Dibangun di Muara Angke

Kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke Jakarta. FOTO: DHIKA RINO PRATAMA/YKAN

Darilaut – Pusat edukasi lingkungan dan restorasi ekosistem mangrove mulai disiapkan di Jakarta. Hal ini ditandai dengan peletakan batu pertama pembangunan sarana dan prasarana di kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta, Karyadi mengatakan, Suaka Margasatwa Muara Angke adalah kawasan konservasi di pesisir utara Jakarta yang merupakan bagian dari kelompok Hutan Angke Kapuk. Wilayah dengan luas 310 hektar ini menjadi salah satu ekosistem mangrove yang masih tersisa di Jakarta.

Menurut Karyadi, ekosistem mangrove ini menjadi habitat buaya air asin, kadal, monyet berekor panjang, ular, dan juga terdapat 15 spesies mangrove yang tumbuh di dalamnya. Kawasan ini juga daerah penting bagi burung di Jawa dengan ditemukannya 91 spesies dan 17 di antaranya dilindungi.

Pada Selasa (14/7), BKSDA Jakarta, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), bersama Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) memulai pembangunan gapura dan jembatan titian sepanjang sekitar 240 meter di Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). MERA terdiri dari APP Sinar Mas, PT Indofood Sukses Makmur, Tbk, PT Chevron Pacific Indonesia, dan PT Djarum.

Pembangunan sarana dan prasarana ini merupakan bagian dari penguatan fungsi SMMA sebagai pusat edukasi lingkungan dan restorasi ekosistem mangrove di Jakarta.

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui BKSDA Jakarta, menjalin kerja sama dengan YKAN, berkomitmen untuk merestorasi ekosistem mangrove dan melaksanakan program pengelolaan terpadu melalui program MERA.

Diluncurkan pada 2018, MERA merupakan aliansi yang mengedepankan strategi adaptasi berbasis ekosistem. Termasuk konservasi dan restorasi mangrove, yang merupakan tindakan prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pesisir dan melestarikan keanekaragaman hayati. Semua pemangku kepentingan yang terlibat diharapkan dapat aktif menyokong keberlanjutan.

Peletakan batu pertama berlangsung dengan mengikuti protokol Covid-19, ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno.

Dirjen KSDAE KLHK Wiratno mengatakan, KLHK melalui BKSDA sangat mendukung pengelolaan terpadu yang dilakukan secara kolaboratif oleh para pihak, seperti MERA, untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi mangrove di Indonesia.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh BKSDA Jakarta dan YKAN pada 2019, hutan mangrove di Teluk Jakarta berada di bawah tekanan tinggi dari konversi penggunaan lahan. Ini dibuktikan dengan tingginya tingkat penggundulan sejak tahun 1980-an.

Solusi berbasis ekosistem dalam konteks perubahan iklim dapat memberikan manfaat ‘triple-win’, yaitu mengurangi risiko bencana yang efektif dari segi biaya, mendukung konservasi keanekaragaman hayati, dan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan manusia. Untuk itu diperlukan kerja sama semua pihak secara harmonis.

“Tindakan kolektif amat diperlukan untuk menyelamatkan ekosistem mangrove di Jakarta. MERA menjadi jawaban untuk sebuah pengelolaan terpadu dan kolaboratif yang menyatukan seluruh pihak yang peduli akan kelestarian mangrove,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Herlina Hartanto.

Kepedulian terhadap pelestarian ekosistem mangrove ini juga menjadi perhatian bagi pihak swasta yang tergabung dalam aliansi MERA.

“Mangrove sangat penting bagi kehidupan. Saya mengajak rekan-rekan swasta dan masyarakat untuk tidak hanya peduli, tetapi juga berkolaborasi untuk pengelolaan mangrove secara berkelanjutan di Indonesia,” ujar Senior Vice President Corporate Affairs PT. Chevron Pacific Indonesia, Wahyu Budiarto, mewakili mitra MERA.

Saat ini konservasi sumber daya ekosistem mangrove menawarkan solusi terhadap beberapa tantangan, angtara lain, membangun pendekatan ilmiah untuk perlindungan dan restorasi hutan mangrove. Kemudian, melibatkan pemangku kepentingan kunci dalam menyusun kebijakan dan peraturan.

Selain itu, melakukan pengelolaan yang terpadu dan efektif untuk restorasi, perlindungan serta keberlanjutan dari sisi pendanaan dan program kemitraan dan penjangkauan.*

Exit mobile version