Darilaut – Tes cepat atau rapid test dilakukan untuk mengukur jumlah antibodi yang berfluktuasi apabila ada virus masuk ke dalam tubuh manusia. Data hasil pengukuran tersebut sebagai deteksi awal untuk pemeriksaan lebih lanjut virus corona, Covid-19.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan, rapid test atau tes cepat yang dilakukan pemerintah bukan untuk diagnosa. Tes cepat ini untuk mengukur antibodi yang ada di dalam tubuh seseorang berbasis respon imunologi.
“Rapid test tidak diarahkan untuk menegakkan diagnosa karena rapid test yang kita gunakan adalah rapid test yang berbasis pada respon imunologi. Kita tahu kalau virus masuk ke dalam tubuh kita, maka tubuh secara otomatis akan membentuk antibodi yang akan kita ukur dan inilah yang kemudian akan dideteksi,” Kata Yurianto di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Rabu (25/3).
Jika pembacaan rapid test positif, bisa dipastikan bahwa tubuh orang itu pernah diinfeksi oleh virus atau sedang diinfeksi oleh virus karena sistem kekebalan tubuh antobodinya ada. Namun saat hasil pembacaan rapid test ini negatif tidak ada jaminan bahwa dia tidak terinfeksi virus, bisa saja dia sudah terinfeksi tetapi antibodinya belum terbentuk.
“Kita paham bahwa pembentukan antibodi itu butuh waktu sampai dengan enam atau tujuh hari, sehingga kalau infeksi itu belum enam atau tujuh hari kan kita lakukan pemeriksaan hasilnya akan negatif,” katanya.
Komentar tentang post